SKRINING AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAN FRAKSI BEBERAPA JENIS SPON
LAUT ASAL PULAU MANDEH
SUMATERA BARAT
1Noveri
Rahmawati, 2Dian Handayani, 1Nofri Mulyanti
1Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Riau Pekanbaru
2Fakultas
Farmasi Universitas Andalas Padang
ABSTRAK
Telah dilakukan skrining aktivitas sitotoksik dari
beberapa jenis spon laut yang diperoleh dari Pulau Mandeh Sumatera Barat.
Ekstrak methanol spon yang telah dikeringkan difraksinasi ke dalam fraksi non
polar, semi polar dan polar, masing-masing dengan menggunakan heksan, etil
asetat, dan butanol. Uji aktifitas sitotoksik dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).
Hasil Uji sitotoksik terhadap ekstrak methanol menunjukkan bahwa sampel spon AN
07 mempunyai nilai LC50 yang paling tinggi yaitu 26,1036 µg/ml.
Hasil uji sitotoksik terhadap fraksi heksan dan etil asetat menunjukkan bahwa
sampel spon AN 01 mempunyai nilai LC50
1,4585 µg/ml dan 29,4289 µg/ml sedangkan fraksi butanol
menunjukkan bahwa sampel AN 04 mempunyai LC50 yang paling tinggi
yaitu 0,0002 µg/ml.
Kata
kunci : Sitotoksik, Spon Laut, Brine
Shrimp Lethaliy Test
PENDAHULUAN
Spon (porifera) merupakan
organisme multiselular yang paling primitif yang dapat memproduksi racun dan
senyawa kimia lain yang dapat digunakan untuk mempertahankan dirinya dari
serangan predator (Ferretti et al,
2007). Spon kaya akan senyawa sitotoksik yang melebihi biota laut lainnya
maupun biota darat. Dalam suatu proses skrining masal senyawa sitotoksik dari
bahan alam oleh NCI (National Cancer
Institute) Amerika, ternyata >10% dari semua jenis spon yang diobservasi
bersifat aktif. Hal ini disebabkan karena spon termasuk pada hewan pemakan
dengan cara menyaring (filter feeder).
Dalam penyaringan tersebut, ribuan sampai jutaan mikroba terperangkap. Apabila
konsentrasi mikroba sangat besar maka spon akan terkena infeksi dan sakit oleh
karena itu spon memproduksi senyawa kimia yang mampu melumpuhkan mikroba yang
terperangkap. Mikroba yang resisten terhadap senyawa kimia tersebut akan
bertahan dan hidup bersimbiosis di dalam tubuh spon. Senyawa kimia yang merupakan metabolit sekunder tersebut
dirancang untuk melawan pertumbuhan sel yang sangat cepat, mirip ciri-ciri pertumbuhan
sel kanker (Cetkovic and Lada, 2003).
Selain itu, spon mudah dikoleksi dan memiliki kandungan metabolit sekunder
dengan bioaktivitas menarik lainnya seperti antioksidan yang telah berhasil
diisolasi dari Callyspongia sp,
antifungi dari Stylissa flabelliformis,antibakteri
dari Axinella dan insektisida dari Axinella carteri (Yalcin, 2007).
Penelitian ini bertujuan menguji
aktivitas sitotoksik terhadap ekstrak dan fraksi beberapa jenis spon laut dari
Sumatera Barat yang diharapkan dapat bermanfaat untuk mengobati penyakit
kanker. Setiap ekstrak dan fraksi diuji aktivitas sitotoksisitasnya dengan
metoda Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan
percobaan (Fajarningsih et al, 2008).
Gambar 1. Sembilan Jenis Spon Laut
METODOLOGI
Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah 9
jenis spon laut diambil di Pulau Mandeh, aquadest,
metanol, heksan, etil asetat dan butanol. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji
aktivitas sitotoksik adalah ekstrak dan fraksi spon laut, air laut, larva Artemia salina Leach, metanol dan
dimetilsulfoksida (DMSO).
Alat Penelitian
Destilasi vakum, rotary
evaporator, desikator, penangas air, plat tetes, pipet tetes, tabung reaksi
dan rak, spatel, timbangan analitik, corong, corong pisah, kapas dan alumunium
foil. Alat-alat yang digunakan untuk pengerjaan uji aktivitas sitotoksik adalah
wadah pembiakan larva, airasi (pembentuk gelembung udara), lampu, timbangan
analitik, pipet mikro, pipet tetes dan vial yang telah dikalibrasi.
Jalannya Penelitian
1.
Ekstraksi spon laut
Sampel ditimbang ±
300 gram kemudian direndam dalam pelarut metanol 3-5 hari. Lakukan hingga 3x
maserasi, hasil maserasi kemudian dipekatkan menjadi ekstrak kental dan
ditimbang. Ekstrak kental yang diperoleh masih mengandung campuran beberapa
senyawa sehingga perlu dilakukan pemisahan dengan cara fraksinasi.
2.
Pemeriksaan kandungan
metabolit sekunder
Pemeriksaan kandungan metabolit
sekunder dilakukan terhadap ekstrak kental metanol dengan cara menambahkan air
suling dan kloroform sama banyak (± 5 ml) lalu dikocok kuat dan dibiarkan
sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform kemudian
pisahkan. Lapisan air digunakan untuk uji senyawa fenolik dan saponin.
Sedangkan lapisan kloroform digunakan untuk uji senyawa alkaloid, terpenoid dan
steroid.
3.
Pemeriksaan Saponin
Lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian
dikocok kuat. Apabila terbentuk busa yang bertahan selama 15 menit berarti
positif adanya saponin.
4.
Pemeriksaan Fenolik
Beberapa tetes
lapisan air diletakkan pada plat tetes kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan
besi (III) klorida 1%. Apabila terbentuk
warna biru berarti positif adanya fenolik.
5.
Pemeriksaan Alkaloid
Beberapa tetes lapisan kloroform ditambahkan kloroforn
amoniak 0,05 N dikocok, ambil lapisan kloroform. Tambahkan asam sulfat 2 N,
dikocok perlahan. Ambil lapisan asam kemudian tambahkan pereaksi Mayer atau
Dragendorff. Apabila terbentuk endapan putih dengan pereaksi Mayer atau warna
jingga dengan peraksi Dragendorff berarti positif alkaloid.
6.
Pemeriksaan Terpenoid dan Steroid
Lapisan kloroform disaring
melalui pipet yang berisi norit dan kapas. Hasil saringan dipipet dan dibiarkan
mengering pada plat tetes. Setelah kering ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard ( 2 tetes asam asetat anhidrat ditambah 1 tetes asam sulfat
pekat). Apabila terbentuk warna merah berarti positif adanya terpenoid dan
warna hijau-biru berarti positif adanya steroid.
7.
Pengujian aktivitas sitotoksik terhadap
ekstrak dari spon laut dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test
Larva udang Artemia salina Leach ditetaskan dalam wadah pembiakan yang berisi
air laut dan digunakan setelah 48 jam setelah pembentukan larva. Masing-masing
ekstrak ditimbang sebanyak 30 mg kemudian dilarutkan dalam 3 ml metanol maka didapat larutan induk
masing-masing ekstrak dengan konsentrasi 10.000 µg/ml. Pengujian aktivitas
dilakukan dengan 3 variasi konsentrasi yaitu 1000, 100 dan 10 µg/ml dengan
pengulangan masing-masing tiga kali.
Larutan uji dibuat dengan memipet
masing-masing 500, 50 dan 5 µl dari larutan induk. Setelah itu larutan uji
dimasukkan ke dalam desikator sampai pelarutnya menguap. Ekstrak yang telah kering dari
masing-masing vial dilarutkan dengan 50 µl DMSO kemudian ditambahkan air laut ±
2 ml. Masukkan larva Artemia salina
Leach pada masing-masing vial sebanyak 10 ekor kemudian tambahkan air laut
hingga batas kalibrasi. Kematian larva udang diamati setelah 24 jam dan nilai
LC50 dapat dihitung dengan metoda probit.
Untuk kontrol 50 µl DMSO
dimasukkan ke dalam vial uji kemudian tambahkan air laut ± 2 ml. Masukkan larva
Artemia salina Leach 10 ekor kemudian
tambahkan lagi air laut hingga batas kalibrasi. Masing-masing konsentrasi
dibuat 3 kali pengulangan.
8.
Fraksinasi spon
laut
Ekstrak kental metanol ditambahkan
aquadest dan dihomogenkan kemudian difraksinasi dalam corong pisah. Fraksinasi
dilakukan terhadap tiga pelarut berdasarkan tingkat kepolaran yang berbeda.
Pertama difraksinasi dengan pelarut heksan yang bersifat non polar kemudian
dikocok dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan yang terdiri dari fraksi
heksan dan fraksi air. Fraksinasi dilakukan berulang sampai ekstrak terfraksi
sempurna. Hasil fraksi diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapatkan fraksi kental heksan.
Fraksi air selanjutnya
difraksinasi dengan pelarut etil asetat yang bersifat semi polar kemudian
dikocok dan dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan yang terdiri dari fraksi
etil asetat dan fraksi air. Hasil fraksi diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat
fraksi kental etil asetat.
Fraksi air selanjutnya
difraksinasi dengan pelarut butanol yang bersifat polar kemudian dikocok dan
dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan yang terdiri dari lapisan butanol dan
lapisan air. Hasil fraksi diambil dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat fraksi kental butanol.
9.
Pemeriksaan aktivitas
sitotoksik terhadap hasil fraksinasi
dengan metoda Brine Shrime Lethality Test
Uji aktivitas sitotoksik hasil
fraksinasi dilakukan terhadap larva Artemia
Salina Leach dengan metoda BSLT. Larutan fraksi dibuat dengan konsentrasi
1000, 100 dan 10 µg/mL.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sampel spon laut diambil di Pulau
Mandeh Kecamatan Koto XI Tarusan Kanagarian Ampang Pulau Kabupaten Pesisir
Selatan Sumatera Barat pada kedalaman ± 15 m. Sampel dibersihkan dari kotoran
dan disiram dengan metanol agar sampel tidak busuk sampai di Laboratorium Biota
Sumatera (LBS). Sampel terlebih dahulu dirajang halus. Penghalusan sampel
bertujuan untuk memperluas permukaan sampel agar kontak antara pelarut dengan
sampel semakin luas sehingga mempermudah penetrasi pelarut ke dalam membran sel
dan proses penarikan senyawa-senyawa yang terkandung di dalam sampel juga
semakin optimal.
Kemudian sampel diekstraksi
dengan metode maserasi yaitu penyarian dengan cara merendam sampel dalam
pelarut yang sesuai selama waktu tertentu. Metoda ini dipilih karena metode ini
merupakan metode yang paling sederhana, pengerjaannya lebih mudah dibandingkan
dengan metode penyarian lainnya, tidak memerlukan perlakuan khusus dan
menghindari terjadinya penguraian zat aktif oleh pemanasan. Proses maserasi
dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol. Pelarut metanol ini dipilih
karena sifat kimianya yang menguntungkan, selain itu metanol bersifat universal
dimana dapat melarutkan senyawa-senyawa nonpolar sampai polar. Proses ekstraksi
dilakukan hingga ekstrak yang keluar tidak menampakkan noda bila ditotolkan
pada plat KLT. Ekstrak yang didapat diuapkan dengan alat rotary evaporator sehingga didapat ekstrak kental metanol
(Bogoriani et al, 2007).
Hasil ekstraksi dengan metoda
maserasi dari sampel spon laut didapat berat ekstrak metanol AN 01 sebanyak
17,9441 gram (5,981%), AN 02 sebanyak 11,4110 (3,804%), AN 03 sebanyak 9,6750
gram (3,225%), AN 04 sebanyak 13,5941 gram (4,651%), AN 06 sebanyak 8,9312 gram
(2,977%), AN 07 sebanyak 6,2279 gram (5,662%), AN 08 sebanyak 14,0255 gram
(4,675%), AN 09 sebanyak 13,5659 gram (4,522%), AN 10 sebanyak 9,7144 gram
(4,626%).
Setelah didapatkan ekstrak kental
metanol dilakukan uji pendahuluan terhadap kandungan kimia dan uji aktivitas
sitotoksik. Dari hasil uji pendahuluan terhadap kandungan kimia diketahui bahwa
spon laut mengandung alkaloid, fenolik, terpenoid, saponin dan steroid yang
dapat dilihat pada Tabel I sebagai berikut:
Tabel I. Kandungan Kimia Spon
Laut
No |
Sampel |
Kandungan Kimia |
||||
A |
F |
T |
Sp |
St |
||
1 |
AN 1 |
+ |
+ |
+ |
- |
- |
2 |
AN 2 |
- |
- |
- |
- |
+ |
3 |
AN 3 |
- |
- |
+ |
- |
- |
4 |
AN 4 |
- |
- |
+ |
+ |
+ |
5 |
AN 6 |
- |
- |
+ |
- |
- |
6 |
AN 7 |
+ |
+ |
+ |
- |
+ |
7 |
AN 8 |
- |
- |
+ |
- |
- |
8 |
AN 9 |
- |
+ |
+ |
- |
- |
9 |
AN 10 |
- |
- |
- |
- |
+ |
Keterangan : A = Alkaloid, F
= Flavonoid, T = Terpenoid, Sp= Saponin, St = Steroid
Uji aktivitas sitotoksik
dilakukan terhadap larva Artemia salina
Leach dengan menggunakan metoda Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT). Masing-masing ekstrak yang akan diuji dibuat
dalam konsentrasi 1000, 100 dan 10 µg/ml. Larutan uji dibuat dengan mengunakan
pelarut metanol karena pelarut ini melarutkan hampir semua senyawa dan mudah
menguap. Dimana pelarut ini akan dibiarkan menguap sempurna agar tidak
mengganggu pada pengujian sitotoksik. Sebelum ditambahkan air laut, larutan uji
terlebih dahulu ditambahkan DMSO (dimethylsulfoksida) sebanyak 50 µl.
Penambahan DMSO ini bertujuan untuk membantu kelarutan ekstrak didalam air. Penambahan
DMSO tidak boleh lebih dari 50
µl, karena jika lebih akan dapat menyebabkan kematian pada larva udang.
Pemilihan DMSO untuk membantu kelarutan senyawa dalam air laut ini karena sifatnya
yang tidak terlalu toksik. Proses fraksinasi dilakukan dengan menggunakan
pelarut heksan, etil asetat dan butanol. Senyawa-senyawa nonpolar akan larut
dalam pelarut nonpolar dan senyawa-senyawa polar akan larut dalam dalam pelarut
polar. Fraksinasi dilakukan sampai terfraksi sempurna sehingga didapat fraksi
heksan, etil asetat dan butanol. Tiap-tiap fraksi dilakukan uji aktivitas
sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT).
Hasil uji aktivitas sitotoksik
dari ekstrak metanol, fraksi heksan, etil asetat dan butanol spon laut AN 01,
AN 02, AN 03, AN 04, AN 06, AN 07, AN 08, AN 09 dan AN 10 pada Tabel II. Ekstrak
dikatakan aktif sitotoksik jika nilai LC50 nya kecil dari 1000
µg/ml.
Tabel II. Nilai LC50 (µg/ml) dari ekstrak
metanol, fraksi heksan, etil asetat dan butanol beberapa
jenis spon laut
No |
Sampel |
Ekstrak metanol |
Fraksi Heksan |
Fraksi Etil Asetat |
Fraksi Butanol |
1 |
AN 01 |
46,9462 |
1,4585 |
29,4239 |
14,8765 |
2 |
AN 02 |
1281,1500 |
287,4749 |
159,1109 |
160,0663 |
3 |
AN 03 |
453,0019 |
300,1926 |
509,2136 |
647,7389 |
4 |
AN 04 |
58,7219 |
8,6996 |
669,2679 |
0,0002 |
5 |
AN 06 |
98627,9486 |
133,1680 |
149,5891 |
6,4938 |
6 |
AN 07 |
26,1036 |
42,4913 |
56,0789 |
1109,6857 |
7 |
AN 08 |
255,2114 |
64,4021 |
1021,8802 |
104,3278 |
8 |
AN 09 |
1198,9470 |
295,7331 |
307,2557 |
53,3703 |
9 |
AN 10 |
96,9393 |
219,7354 |
195,1192 |
149,9685 |
KESIMPULAN
1.
Hasil uji aktivitas sitotoksik terhadap larva Artemia salina Leach dengan mengunakan
metoda Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT) terhadap ekstrak metanol beberapa jenis spon laut didapatkan hasil bahwa
sampel spon AN 07 mempunyai aktivitas sitotoksik yang tinggi dibandingkan
dengan yang lainnya.
2.
Sampel spon dengan nomor koleksi AN 01 mempunyai
aktivitas sitotoksik paling tinggi pada fraksi heksan yaitu 1,4585 µg/ml dan
fraksi etil asetat yaitu 29,4289 µg/ml.
3.
Fraksi butanol dari sampel AN 04 mempunyai aktivitas yang
paling tinggi yaitu 0,0002 µg/ml.
DAFTAR PUSTAKA
Bogoriani,
N. W., Santi, S. R., dan Asih, I. A. R. A., 2007, Isolasi Senyawa Sitotoksik
dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth),
Jurnal Kimia 1(1) : 1-6
Cetkovic,
H. And Lada, L. B., 2003, HMGB2
Protein from The Marine Sponge Suberites Docuncula, Jurnal of Food Technol. Biotechnol.
41 (4) : 361-365
Fajarningsih,
N. D., Januar, H. D., Wikanta, T. and
Cytotoxicity Assay in Marine Natural Products Screening, Internasional Seminar and Workshop Marine Biodiversity and Their
Potential for Developing Bio-Pharmaceutical Industry in Indonesia, 136-141
Ferriti, C.,
Morengo, B., Ciucis, D. C., Nitti, M., Pronzato, A. M., Marinari, M. U.,
Pronzato, R., Manconi, R. and Dominicotti, C., 2007, Effects of Angelas Oroides
and Petrosia ficiformis Crude
Extracts on Human Neuroblastoma Cell Survival, Internasional Jurnal of Oncology 30 : 161-169
Yalcin, F.
N., 2007, ‘’Biological Activities of the Marine Sponge Axinella’’, Hacettepe University Jurnal of the Faculty
of Pharmacy, Volume 27/Number1 2007/pp.47-60