Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 4, No. 1 Januari 2019
PENTINGNYA MENTORING DALAM PENGGEMBALAAN MENURUT
SURAT TIMOTIUS
Maria Wijiati
Sekolah Tinggi
Teologi STAPIN Majalengka
Abstrak
Manusia adalah makhuk
yang lemah dan penuh keterbatasan. Tantangan dan tekanan hidup yang harus
dihadapi menunjukkan pentingnya mentoring sebagai wujud nyata pembinaan rohani
untuk memperlengkapi setiap individu. Mentoring merupakan hal yang penting
dalam kepemimpinan, khususnya dalam penggembalaan. Artikel ini merupakan kajian
kualitatif dengan pendekatan literatur pada teks Alkitab. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif pada surat Timotius, dengan
pendekatan tematik. Kesimpulan dari kajian ini adalah: dorongan mempertahankan kemurnian Injil, nasihat untuk menjadi pelayan
yang layak (1 Tim. 4:6-16; 2 Tim. 2:15-26), Panggilan untuk ikut menderita (2 Tim. 2:1-13), peringatan untuk mengobarkan karunia Allah
(1 Tim. 4:14-16; 2 Tim. 1:6-8), pemberitahuan tentang syarat-syarat bagi
pemilik gereja dan diaken (1 Tim. 3:1-13).
Kata
Kunci: Mentoring,
Timotius,
Penggembalaan.
Pendahuluan
Manusia adalah
makhuk yang lemah dan penuh keterbatasan. Tantangan dan tekanan hidup yang
harus dihadapi menunjukkan pentingnya mentoring sebagai wujud nyata pembinaan
rohani untuk memperlengkapi setiap individu. Tantangan yang dihadapi
orang-orang percaya dapat berupa kekerasan fisik maupun “injil-injil” lain yang
disampaikan oleh guru-guru palsu. Masalah dan tekanan-tekanan ini akan tetap
berlangsung, sebab Alkitab sendiri berkata bahwa “dunia ini tidak akan semakin
baik tetapi akan semakin jahat”.
Timotius
pada masa pelayanannya juga menghadapi tantangan yang berat. Alkitab Penuntun
Hidup berkelimpahan mengatakan, “Karena menyadari bahwa Timotius pemalu dan
sedang menghadapi kesukaran, Paulus mengingatkan agar dia tetap memelihara
Injil, menanggung kesukaran dan melaksanakan tugas-tugasnya” (Donald Stamps, 2003).
Paulus menyadari bahwa Timotius memerlukan mentor, dimana hal tersebut sangat
bermanfaat untuk menguatkan dan memampukannya untuk tetap berjalan dalam jalan
yang benar.
Kejatuhan
para hamba Tuhan banyak disebabkan karena tidak adanya mentoring. Mereka merasa
diri mampu menghadapi segala persoalan sendiri saja dan tidak memerlukan
nasihat atau teguran dari pihak lain lagi. Padahal kalau disadari semakin
banyak yang Allah percayakan pada hamba-hamba Tuhan, maka mentoring sebenarnya
dibutuhkan. Tidak ada satu manusiapun yang kebal dan pasti tidak jatuh saat
diperhadapkan dengan masalah. Baik hamba-hamba Tuhan maupun orang percaya
lainnya semuanya memerlukan mentoring.
Adalah sesuatu
hal yang sangat disayangkan apabila seseorang yang sedang Tuhan pakai dengan
luar biasa untuk memberkati orang, tetapi harus berhenti dengan tiba-tiba dan“hilang” dari
pelayanan, hanya karena kesalahan-kesalahan dalam bertindak dan mengambil
keputusan. Namun keadaan seperti ini sebenarnya dapat dicegah seandainya ada
mentor yang mementor orang tersebut, sehingga akan semakin banyak orang yang
diselamatkan dan dipulihkan bagi Yesus melalui pelayanannya. Dengan realita ini
maka mentoring merupakan suatu hal yang mau tidak mau harus ada bagi hamba
Tuhan. Karena dalam mentoring ia akan dibangun dengan nasihat-nasihat dari mentor
dan berbagai macam pertimbangan yang akan sangat menolong dalam mengambil
keputusan.
Dengan
latar belakang tersebut, maka penulis mengadakan suatu studi analisa tentang
mentoring yang Paulus lakukan kepada Timotius dapat dikatakan merupakan
pembinaan rohani dalam kitab 1 dan 2 Timotius. Melalui pembinaan rohani ini,
penulis percaya dapat mencegah atau paling tidak memperkecil penyelewengan dan
kejatuhan hamba-hamba Tuhan.
Pertama,
apakah yang dimaksud dengan mentoring? Kedua, apakah mentoring Paulus kepada
Timotius merupakan model pembinaan rohani? Ketiga, apakah mentoring Paulus
kepada Timotius sebagai model pembinaan rohani dapat memberikan manfaat bagi
hamba-hamba Tuhan masa kini?
Kata
mentoring berasal dari kata “mentor” Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
“mentor” berarti “pembimbing atau pengasuh” (Donald Stamps, 2003).
Sedangkan John M. Echols dan Hassan Sadily mengartikan mentor adalah
“penasehat” (John M. Echols & Shadily, 1996).
Berarti mentoring dapat diartikan sebagai suatu tindakan pembimbingan atau
pemberian nasihat, yang di dalamnya terjadi penyaluran nilai-nilai yang ada
dalam diri mentor kepada orang-orang yang dimentori, sehingga mencapai hal yang
lebih baik lagi.
Dalam Perjanjian Lama kata yang dipakai untuk mentoring
adalah kata dalam bahasa Ibrani “צעי”
(ya’ats). Strong mengartikan kata ini
dengan to advice, to deliberate, advise,
consel (James Strong, 1984).
Sementara dalam Perjanjian Baru digunakan kata dalam bahasa Yunani
“βουλης” (boules).
Mounce mengartikannya dengan “councel,
desaigh, determination” (William D. Mounce, 1993).
Dari pengertian kata-kata tersebut, mentoring dapat diartikan sebagai suatu
tindakan menyampaikan sesuatu kepada orang lain agar pihak lain berubah dan
menjadi lebih baik. Paul D. Stanley dan J. Robert Clonton menjelaskan bahwa
mentoring adalah “Suatu pengalaman yang menyangkut hubungan, yang di dalamnya
seseorang memberikan kemampuan kepada orang lain dengan cara membagikan
ketrampilan yang Allah karuniakan” (Paul D. Stanley dan J. & Clinton, 2004).
Jadi,
mentoring adalah proses penyaluran nilai-nilai yang sudah ada dalam diri mentor
kepada orang yang dimentori, sehingga mencapai hasil yang lebih baik. Mentoring
tidak hanya berlangsung satu atau dua kali saja, tetapi ia merupakan suatu
proses yang dilakukan berulang-ulang.
Metode Penelitian
A.
Pendekatan Penelitian
Ditinjau berdasarkan jenis data yang digunakan penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Adapun definisi penelitian kualitatif Mleong (2007:6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menjelaskan
dengan maksud memahami suatu gejala atau kejadian
yang dialami oleh subjek secara holistik,
dengan cara
mendeskripsikan secara sistematis dalam bentuk kata-kata. Adapun jenis
pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Jenis penelitian deskriptif kualitatif ini dimaksudkan
untuk memahami bagaimana pentingnya mentoring dalam penggemabalaan menurut surat Timotius.
Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memaparkan berbagai penjelasan dengan upaya memecahkan permasalahan yang ada pada saat ini
dengan menggunakan
data-data dari berbagai sumber, baik sumber
primer maupun sumber data sekunder. Jenis penelitian ini bersifat eksplanatif.Aalasan penggunaan jenis penelitian ini
adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai topik pembahasan dan untuk
mendapatkan gambaran informasi yang lebih jelasdan mendalam.
B.
Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menguraikan penjelasan-penjelasan dengan studi pendekatan literature Alkitab
pada surat
Timotius dengan permasalahan pembahasan yang terkait. Kemudian data yang diperoleh akan
dianalisis dan dijelaskan secara sistematis dalam bentuk uraian deskriptif.
Patton dalam (Moleong,
2001:103) menjelaskan analsis
data ialah suatu proses mengatur data dan megorganisasikan data kedalam sebuah pola yang teratur dan sistematis
sehingga pola tersebut menjadi satu kategori uraian
dasar untuk memahami dan menjelaskan
permasalahan yang dibahas.
Dalam proses analisis data Bungin
(2003:70) menyampaikan langkah-langkah
yang dilakukan dalam analisis data:
1) Pengumpulan Data
2) Reduksi Data
3) Display Data
4) Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan
Hasil
dan Pembahasan
A.
Prinsip
Mentoring, Teknik Mentoring, Fungsi dan Manfaat Mentoring
1. Prinsip Mentoring
Prinsip-prinsip yang perlu diterapkan dalam melakukan proses mentoring mentoring
yaitu: kasih, tangungjawab, disiplin, dan perhatian. Seorang mentor yang baik perlu memperhatikan keempat prinsip tersebut dalam melakukan proses mentoring.Dalam proses membagikan kemampuan dan ketrampilan
yang Allah berikan harus dilaksanakan dengan kasih. Mentoring tidak akan
berjalan apabila dilakukan dengan paksa dan intimidasi, karena pada umumnya
segala sesuatu yang tidak berdasarkan kasih akan mendatangkan hasil yang buruk.
2. Teknik Mentoring
Ada banyak cara
untuk melakukan mentoring, yang secara umum dapat dibedakan menjadi: mentoring
langsung dan tidak langsung. Mentoring yang dilaksanakan secara langsung adalah
mentoring yang langsung bertatap muka antara mentor dan orang-orang yang
dimentoring, berada dalam tempat yang sama dan waktu yang sama pula. Pada
umumnya pelaksanaan mentoring pada tahap awal akan dilaksanakan secara
langsung. Karena akan lebih akrab dan tahu bagaimana pribadi mentor dan orang
yang dimentoring.
Mentoring yang
dilaksanakan secara tidak langsung adalah mentoring yang dibatasi dengan jarak
dan tempat, sehingga tidak memungkinkan untuk saling bertemu. Stanley
mengemukakan “Pembimbingan jarak jauh memerlukan suatu tingkat kedewasaan
tertentu pada pihak yang dibimbing. Mereka haruslah orang-orang yang suka
berinisiatif yang dapat dianggap bertanggung jawab dan setia mengerjakan tugas
tanpa seseorang mengawasinya” (Paul D. Stanley dan
J. & Clinton, 2004).
3. Fungsi dan
Manfaat Mentoring
Mentoring dapat
berfungsi sebagai pengajaran dan membentuk karakter, sementara manfaat
mentoring dapat berguna bagi hamba Tuhan dan gereja. Benson menjelaskan,
mengajar adalah “Menggairahkan dan memakai akan pikiran pelajar untuk mengerti
pikiran guru atau menguasai seni keterampilan yang diajarkannya” (Clarence H. Benson,
1980) Sedangkan menurut penulis mengajar adalah proses
penyampaian materi atau keterampilan kepada peserta didik sehingga menjadi mengerti.
Stanley menyatakan “Tujuan mentor yang
berfungsi sebagai guru adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang satu
hal khusus” (Paul D. Stanley dan
J. & Clinton, 2004). Pengajaran pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai yang terdapat dalam mentoring dilaksanakan secara spesifik.
Sehingga setiap orang yang dimentoring akan menerima pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai dengan spesifik pula. Pengajaran yang mentor berikan dalam
mentoring akan menghasilkan orang-orang dengan kemampuan yang baik.
Karakter
menyangkut segala sesuatu yang melekat dalam diri seseorang. A. M. Mangunhardjana mengklasifikasikan
hal-hal yang melekat pada kepribadian seseorang “(1) Identitas, gambar, harga,
dan kepercayaan diri; (2) Perasaan dan pengenalan, pengelolaan serta pengarahan
perasaan; (3) Pandangan, keyakinan, filsafat hidup; (4) Nilai dan sistem nilai
hidup; (5) Motivasi, cita-cita, idealisme hidup; (6) potensi diri; (7)
Perbuatan, perilaku, gaya dan cara hidup” (Mangunhardjana,
1990). Hal ini
dapat dimengerti karena setiap individu dididik dalam lingkungan yang berbeda
dan dengan pandangan yang berbeda-beda pula. Fakta ini menunjukkan bahwa
mentoring sangat dibutuhkan,karena dalam mentoring seorang mentor akan membantu
orang-orang yang ia mentor untuk dapat mengikis karakter yang jelek dan menjadi
pribadi yang berkarakter baik.
Umur yang sudah
lanjut atau bahkan lamanya sebuah pelayanan sudah berdiri tidak dapat dijadikan
dasar bahwa hamba Tuhan dan pelayanan tersebut tidak membutuhkan mentor lagi.
Sebab pelayanan yang sudah berkembang sekalipun seharusnya tetap memiliki
mentor. Yang ingin penulis tekankan di sini adalah bahwa pelaksanaan mentoring
tidak dibatasi oleh usia dan kemapanan sebuah pelayanan. Hamba-hamba Tuhan yang telah meraih kesuksesan
sekalipun harus tetap memiliki mentor. Mentoring tetap dilaksanakan dengan
suatu tujuan agar setiap hamba Tuhan tersebut tetap eksis dan dapat menyelesaikan
tugas pelayanannya dengan baik.
Hamba-hamba
Tuhan memerlukan mentor karena tugas yang diberikan kepada mereka adalah sebuah
tanggung jawab yang besar. Mereka harus membawa dan membimbing orang-orang datang kepada Yesus. Jesse
Miranda mengatakan “Tugas yang diberikan Kristus kepada gereja untuk membangun
dirinya bukanlah tugas yang mudah” (Jesse Miranda, 1986) Yesus sudah memberikan talenta kepada
setiap hamba-hamba-Nya untuk menjadi pemimpin yang membangun tubuh Kristus
bersama orang-orang pilihan-Nya. Tetapi banyak sekali hamba Tuhan mengakhiri
pelanannya sebelum mereka menyelesaikan tugas yang Yesus berikan kepadanya.
Realita inilah yang menjadi dasar yang kuat mengapa mentoring begitu penting.
Melihat pentingnya tugas seorang hamba Tuhan, maka seharusnya pelaksanaan
mentoring segera diadakan.
Mentoring juga
sangat diperlukan bagi pertumbuhan gereja, karena dengan mentoring pengembangan
dan pemberdayaan setiap individu dalam sebuah gereja dapat semakin
dimaksimalkan. Sehingga pada akhirnya setiap jemaat turut terlibat dalam
pelayanan dengan hati yang rela dan sesuai dengan talentanya masing-masing.
Pertumbuhan ini terjadi karena setiap jemaat telah memiliki kesamaan
nilai-nilai dalam hidupnya, sehingga sebagai refleksinya mereka mampu mambuat keputusan-keputusan
yang sesuai dengan firman Tuhan dan mau berkorban demi pelayanan.
Pelaksanaan
mentoring dalam gereja memberi dampak yang sangat positif, sebab didalamnya
terdapat penanaman nilai-nilai yang sangat berguna bagi kehidupan jemaat.
Pertumbuhan yang penulis maksud disini bukanlah pertumbuhan yang hanya
menyangkut kuantitas tetapi juga secara kualitas. Kerena pertumbuhan yang hanya
berdasarkan pada kuantitas semata-mata tidak akan bertahan lama. Cepat atau
lambat satu- persatu jemaat yang ada
akan mundur ketika masalah atau persoalan hidup menerpa mereka.
C. Peter Wagner
menjelaskan pertumbuhan gereja berarti, “Segala sesuatu yang mencakup soal
membawa orang-orang yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus
ke dalam persekutuan dengan Dia dan membawa mereka menjadi anggota gereja yang
bertanggung jawab” (C. Peter Wagner,
1990) Pernyataan ini menunjukkan bahwa Gereja yang
bertumbuh harus secara konsisten mempertahankan kualitasnya, dan mentoring
menjadi jawaban untuk mempertahankan pertumbuhan Gereja.
B.
Mentoring Gembala
Menurut Surat Timotius
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan mentoring
gembala menurut surat Timotius.
1.
Mengarahkan pada
Kepemimpinan yang Baik dan Efektif
Dalam
Kitab 1 dan 2 Timotius, Paulus mengarahkan Timotius untuk menjadi pemimpin yang
baik dan efektif. Fakta ini menjadi kebenaran yang tidak perlu diragukan lagi,
Paulus mengingatkan Timotius agar tetap berjuang untuk Injil dengan iman dan
hati nurani yang murni. Paulus juga memberikan standart pemilihan penilik
jemaat dan diaken. Dalam bagian lain Paulus berpesan kepada Timotius tentang
cara bergaul dalam pergaulan sosial. Kebenaran-kebenaran tersebut menunjukkan
bahwa seorang gembala muda sangatmemerlukan mentor. Pengalaman kerja yang masih
sedikit, kemampuan mengkomunikasikan gagasan yang masih kurang, dan wawasan
yang masih sempit menjadi alasan mengapa perlu mentor bagi seorang gembala
muda.
John
White mengatakan: Pemimpin yang baik tidak “kecanduan kerja” atau “kerajinan
kerja.” Mereka bekerja keras tanpa diperhamba oleh pekerjaan itu sendiri.
Mereka tidak takut akan pekerjaan. Mereka tidak takut untuk membagi pekerjaan.
Seorang pemimpin yang baik melihat pekerjaan sebagai sarana untuk mencapai
suatu sasaran yang istimewa (Lee, 2011).
Paulus
menyadari bahwa Timotius sangat memerlukan mentor, agar Timotius tidak hanya
sekedar memimpin, tetapi menjadi seorang pemimpin yang baik dan efektif.
2.
Menasihatkan untuk
Mempertahankan Kemurnian Injil
Paulus
menghendaki Tomutius mengajar orang-orang Kristen agar mereka tidak tertarik
untuk mengikuti guru-guru sesat. Gembala yang baik akan mengingatkan
anggota-anggota jemaatnya mengenai perkara-perkara yang sudah mereka dengan dan
terima. Sebagai seorang pemimpin muda Timotius memiliki tanggung jawab yang
besar. Paulus meletakkan tanggung jawab untuk mempertahankan kemurnian Injil
dalam tangan Timotius. Tetapi Paulus tidak membiarkannya berjuang sendiri.
Paulus memberitahukan nama-nama golongan bahkan nama-nama orang yang telah
melenceng dari kebenaran iman, dengan maksud agar Timotius menasehatkan mereka.
Mentoring yang Paulus berikan kepada Timotius menjadi motivator untuk
mempertahankan kemurnian Injil. Sehingga dengan demikian Timotius semakin
dewasa rohani dan efektif dalam pelayanannya.
3.
Dorongan untuk
Memberitakan Firman
Memberitakan
firman adalah tugas setiap orang percaya, demikian halnya dengan seorang
gembala muda bahkan ada suatu tuntutan yang lebih bagi seorang gembala. Seorang
gembala tidak hanya memberitakan, tetapi ia juga bertanggung jawab untuk
mengajarkan lebih lanjut dan untuk melindungi.
Memberitakan
firman berarti bersaksi kepada orang lain tentang karya yang telah Yesus
lakukan. William Bright menyatakan “Bersaksi adalah kelimpahan hidup seseorang
dalam Kristus. Sebelum kita pergi untuk menjadikan semua bangsa murid Kristus,
kita harus menaati hukum utama Tuhan yaitu mengasihi” (William Bright, 1989).
Kasih adalah sesuatu yang harus dimiliki setiap orang yang akan memberitakan
Injil. Paulus mendorong Timotius untuk melakukannya, karena bersaksi juga
adalah bukti seseorang yang telah dewasa rohani serta menjadikan pelayanan
semakin efektif.
C.
Bentuk-bentuk
Mentoring/ Pembimbingan
1.
Dorongan
Mempertahankan Kemurnian Injil (1 Tim. 1:3,18; 2 Tim. 1:13, 13:14-15)
Alkitab mencatat bahwa sejak zaman
Yesus, penyesatan telah ada; karena itulah Yesus menyatakan “Memang penyesatan
harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya” (Mat. 18:7). Para
penyesat berusaha dengan berbagai cara mengadakan penyimpangan dari ajaran yang
benar. Kondisi seperti ini juga terjadi di kota Efesus pada saat Paulus
menetapkan Timotius menjadi Gembala Sidang di sana. Timotius diperhadapkan pada
pihak-pihak yang berusaha keras mengajarkan hal-hal yang salah dan bertentangan
dengan Injil.
Dalam Galatia 1:8 Rasul Paulus
mengatakan “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga
memberitahukan kepada kami suatu Injil yang berbeda dengan Injil yang telah
kami beritakan kepada kamu terkutuklah dia.” Paulus mengkonfirmasikan hal ini
untuk menguatkan iman orang-orang percaya pada saat itu, agar tidak berpaling
dari ajaran yang benar. Situasi ini dapat dimengerti karena beberapa orang
Yahudi yang sudah menjadi Kristen berusaha mencampurkan adat istiadat Yahudi
dengan kebenaran Injil. Demikian juga beberapa orang percaya dari bangsa-bangsa
kafir yang tetap memelihara kepercayaan nenek moyangnya, sedangkan hal itu
jelas bertentangan dengan Injil. Semua keadaan ini memaksa Paulus untuk
bertindak tegas, agar kemurnian Injil tetap terjaga.
Kedua surat Paulus kepada Timotius
memberikan bukti adanya dorongan yang Paulus berikan kepada Timotius untuk
mempertahankan Injil. Bentuk-bentuk dorongan yang Paulus berikan kepada
Timotius diperlihatkan dengan beberapa kata berikut. Kata “nasihat” dalam (1
Tim. 1:3) dalam bahasa Yunani
menggunakan kata parangeiles
dari kata parangello yang berarti
“memberi perintah, berpesan, menyuruh” (Hasan Sutanto, 2004).
Kata ini diucapkan Paulus kepada Timotius, melihat situasi yang terjadi pada
saat itu. Paulus dulu telah memerintahkan kepada Timotius agar sungguh-sungguh
memberikan perintah kepada beberapa orang yang mengajarkan hal-hal yang tidak
sesuai dengan Injil. Supaya mereka kembali pada ajaran yang benar dan tidak
menyesatkan orang lain lagi. Timotius tidak sekedar ditugaskan untuk
menasehatkan tetapi memerintahkan agar para penyesat itu menghentikan
aktifitasnya.
Paulus yang mendorong Timotius
memperjuangkan kemurnian Injil dengan iman dan hati nurani yang murni (1 Tim.
1:18). Kata “memperjuangkan” dalam bahasa Yunani adalah strateue dari kata strateuo
yang artinya menjadi tentara, berperang (Hasan Sutanto, 2004).
Kata “memperjuangkan” memang identik dengan seorang prajurit, karena prajurit
bertugas untuk berperang dan berjuang melawan
semua musuh yang datang menyerang. Kata ini berpola “kata kerja, orang
kedua tunggal, present, middel,
subjungtive” (Hasan Sutanto, 2004).
Timotius diumpamakan sebagai seorang prajurit yang memperjuangkan kemurnian
Injil di tengah-tengah serangan para penyesat yang mengajarkan kesesatan.
Dalam 2 Timotius 1:13 dan 3:14-15
terdapat kata “berpegang,” namun dalam bahasa Yunaninya menggunakan kata yang
berbeda. Dalam (2 Tim. 1:13) kata “berperang” adalah ekhe yang berpola kata kerja, orang kedua tunggal, present, aktive, imperative. Yang
artinya peliharalah atau berpeganglah. Paulus mendorong Timotius untuk terus
berpegang atau memelihara ajaran Injil yang telah ia terima. Sedangkan,
preposisi yang digunakan dalam (2 Tim. 3:14) adalah en yang artinya; di dalam, dalam atau dengan. Preposisi en mengikuti kata emathes dari kata manthano
yang artinya: belajar, mengetahui, memahami. Kata ini berpola: kata kerja, orang
kedua tunggal, aoris, aktif, indikatif.” Dari pola yang demikian kata tersebut
berarti “kamu dulu telah belajar”. Dalam Alkitab kata ini diterjemahkan menjadi
“berpegang pada kebenaran”. Pada saat itu Paulus berkata agar Timotius untuk
tetap “di dalam” kebenaran yang dulu telah ia terima. Dalam terjemahan bahasa
sehari-hari kata “kebenaran” menjadi “ajaran-ajaran.” Timotius harus tetap
memelihara ajaran-ajaran Injil dalam pelayanannya.
Brill mengemukakan “Timotius diingatkan
pada Alkitab dan pada orang-orang yang sudah mengajarkannya kepadanya. Tidak
cukup bila kita hanya mengetahui apa yang baik, melainkan ia harus tetap di
dalam yang baik serta melakukannya.” Dari penjelasan-penjelasan ini, kepedulian
Paulus kepada Timotius terlihat dengan jelas. Paulus sungguh telah menjadi
mentor yang baik bagi Timotius, dia melengkapi Timotius dengan peralatan yang
lengkap untuk berjuang bagi Kristus. Paulus telah mempersiapkan orang yang
dimentornya (yakni Timotius) untuk menjadi penjaga Injil yang murni.
2. Nasihat untuk Menjadi
Pelayan yang Layak (1 Tim. 4:6-16; 2
Tim. 2:15-26)
Timotius adalah seorang yang sangat
beruntung, dia memiliki seorang mentor yang mengajarkan banyak hal kepadanya.
Di bawah pengawasan Paulus, Timotius
dididik untuk memahami pokok iman Kristen, pola hidup Kristen dan
pengenalan akan ajaran yang benar. Paulus sangat berharap Timotius menjadi
teladan dan pelayan Tuhan yang layak sama seperti dirinya. Kata “pelayan”
dalam 1 Timotius 4:6 di bahasa Yunani
adalah “διακονος” (diakonos) berarti pembantu,
diaken. Yang berpola “kata benda, maskulin, tunggal, nominative.” Wesley J.
Perschbacher mengartikan kata ini dengan One
who renders service to another, whose official duty was to superintend the alms
af the church, an attendant (Wesley J. Perschbacher, 1992).
Menjadi pelayan Tuhan berarti menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan mau
diubahkan dalam Kristus.
Paulus menerangkan kepada Timotius bahwa
untuk menjadi pelayan Tuhan yang layak dia harus selalu melakukan nasihat dan
peringatan yang telah ia sampaikan. Berikut adalah daftar standart kelayakan
yang Paulus berikan kepada Timotius: memahami pokok iman Kristen, menjauhi
takhayul, melatih diri untuk beribadah, menjadi teladan dalam perkataan,
tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan dalam kesucian, menggunakan karunia-karunia
yang telah Allah berikan, mengawasi ajaran, menjauhi nafsu orang muda, mengejar
keadilan, kasih, kesetiaaan, damai, menghindari persoalan yang dicari-cari yangmenimbulkan
pertengkaran, tidak boleh bertengkar, harus ramah, cakap mengajar, sabar, dan
lemah lembut (1 Tim. 4:6-16 dan 2 Tim. 2:15-26). Standar
ini kelihatannya terlalu tinggi dan sukar untuk mencapainya, tetapi daftar di
atas merupakan bagian dari nilai-nilai yang ingin Paulus tanamkan dalam
pembimbingan yang ia lakukan kepada Timotius. Dia mau Timotius tampil menjadi
pelayan Tuhan dengan karakter yang serupa seperti Kristus, sehingga hidup dan
pelayanannya benar-benar menjadi berkat bagi banyak orang.
Philip F. Sykes dan Robert H mengatakan:
“The way to success as a good servent is
by training and discipline. Paul uses an illustration from the athletic world.
Exercise or, literally, gym nastics. Timothy is reminded that athletes endure
hard training to keep themselves physically fit” (Philip F. Sykes & Sykes, 1986).
Sebagai elemen tubuh Kristus, Paulus mengharapkan agar Timotius tetap
berjaga-jaga dan melatih kerohaniaanya untuk tetap tanggap dengan
lingkungannya. Timotius diharapkan untuk dapat menjadi teladan. Kekuatan dari
pesan ini sangat besar dan mengantar Timotius menjadi pelayan Tuhan yang layak
dan dihormati.
Walaupun orang-orang di Efesus sudah
sudah menjadi Kristen, tetapi mereka masih memelihara kebiasaan-kebiasaan
buruknya. Banyak di antara mereka masih bersilat kata, membicarakan hal-hal
yang tidak suci yang hanya menimbulkan pertengkaran. Dalam kondisi yang tidak
mendukung ini Paulus sebagai menasehatkan Timotius sebagai pekerja yang baik
tidak perlu malu (1 Tim. 2:15). Kata “pekerja” dalam bahasa Yunani adalah
“εργατην” (ergaten) dari kata “εργατης” (ergates) yang berpola “kata benda,
maskulis, tunggal, akusative.Yang diartikan sebagai pelaku atau pekerja” (Hasan Sutanto, 2004).
Timotius menjadi pelaku dari pemberita Injil yang benar.
Paulus memberi wewenang kepada Timotius
untuk menegur setiap orang yang melakukan penyelewengan. E. M. Blaiklock
mengatakan “Kebijaksanaan yang baik ialah tidak memberikan berbicara di dalam
jemaat kepada orang-orang yang mengajarkan ajaran sesat” (E. M. Blaiklock,
1972). Timotius dituntut
untuk bertindak bijaksana sebagai pelayan Tuhan yang layak dan tidak kompromi
dengan dosa.
3. Panggilan untuk Ikut
Menderita (2 Tim. 2:1-13)
Rasul Paulus dalam suratnya yang kedua
ini juga memakai kata “prajurit” untuk mengajar Timotius agar tetap setia
kepada Kristus dalam pelayanannya. Pada ayat yang ke empat dikatakan “Seorang
prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya…, supaya dengan demikian
ia berkenan kepada komandannya.” Brill mengemukakan Paulus lebih suka kiasan
prajurit sebab prajurit harus menyenangkan hati komandannya. Seorang prajurit
harus menaati perintah. Ia tidak boleh
bertanya-tanya atau mempertimbangkan suatu keputusan, ia harus melakukan apa
yang diperintahkan, pada saat diperintahkan dan tepat sebagaimana ia diperintahkan.”
Paulus mengharapkan agar Timotius
memiliki kesetiaan dan ketaatan kepada Kristus sama seperti prajurit yang
tunduk dan taat kepada komandannya. Paulus mengajak Timotius untuk rela
menderita demi Kristus seperti yang telah ia alami. Kata dalam bahasa Yunani
yang dipakai untuk kata “menderita” adalah
“συγκακοπαθησον”
(sunkakopatheson) dari kata
“συγκακοπαθεω” (Sunkakopahteo)yang berarti menderita
bersama. Kata ini berpola kata kerja, orang kedua tunggal, aktif, indikatif.”
Kata “sugkakopaqew” berasal dari dua kata yaitu “kata “sun” dan kata “kakopaqew” yang berarti to suffer evills along with any one, to be enduringly adherent
(menjadi menderita terus karena kejahatan orang lain, menjadi pengikut yang
menanggung penderitaan)” (Wesley J. Perschbacher, 1992).
Kata depan “sun”
(sun) berarti bersama, beserta atau
dengan. Sehingga dengan penambahan kata tersebut maka, pada waktu itu Paulus
menekankan agar Timotius merelakan diri menderita bersama dengan Kristus.
Kerelaan Timotius untuk ikut menderita
bersama Kristus ditunjukkan dengan kesetiaannya mengajarkan Injil Kristus
kepada orang lain yang dapat dipercayai, meskipun pada saat itu ada banyak
pihak yang mencela dirinya. Kata “percayakanlah” dalam bahasa Yunani adalah
“παρατιθηναι” (paratithenai). Kata ini berpola “kata
kerja, orang kedua tunggal, aorist, middle, imperatif.” Spiros Zodhiates
mengartikannya dengan “to understand, see
with insight, reflect” (Spiros Zodhiates, 1996).
Dari keterangan-keterangan di atas dapat diartikan bahwa; Paulus dulu telah memberi perintah
kepada Timotius agar tanggaplah atau percayakanlah. Maksud Paulus di sini
adalah agar Timotius mengajarkan Injil kepada orang yang dapat dipercayai.
Paulus ingin agar Timotius tanggap dalam pengajaran Firman yang dipercayakan
kepadanya. Timotius tidak cukup hanya asal mengajar saja, tetapi harus memilih
orang-orang yang dapat mengajar dengan baik juga.
Donald Guthrie menjelaskan “Dengan sungguh-sungguh Paulus telah mempercayakan Injil kepada Timotius. Dia ditugaskan untuk menyampaikan Injil kepada mereka, yang juga wajib menyampaikannya kepada orang lain” (Spiros Zodhiates, 1996). Dari penguraian ini, Paulus sebagai mentor Timotius menyatakan agar Timotius tanggap dan mengenal baik orang ataupun lingkungan sekelilingnya. Paulus menekankan kepada Timotius inti pemberitaan Injilnya, yakni Yesus Kristus yang telah bangkit (ay. 8). Paulus berharap agar Timotius mempertahankan inti pemberitaan ini, sekalipun ia harus menghadapi maut.
4. Peringatan untuk Mengobarkan
Karunia Allah (1 Tim. 4:14-16; 2 Tim. 1:6-8)
Sebagai seorang mentor yang bertanggung jawab
Paulus mengingatkan Timotius agar ia mengobarkan atau memperhatikan
karunia-karunia yang ada dalam dirinya. Allah telah memperlengkapi Timotius
dengan karunia-karunia untuk difungsikan dalam pelayananya. Dalam 1 Timotius
4:14 terdapat kata “jangan lalai” dan dalam ayat 15 terdapat kata
“perhatikanlah”. Demikian juga dalam 2 Timotius 1:6 terdapat
kata“kuperingatkan”. Kata-kata ini menunjukkan suatu perintah, dan sesuatu yang
diulang-ulang menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan benar-benar penting.
Charles F. Pfeiffer dan Everett menjelaskan
“Perhatikan berarti praktikkan, usahakan, atau berjuanglah mewujudkan” (Pfeiffer & Harrison, 2008). Ketika Paulus mengatakan agar Timotius memperhatikan karunia-karunia
yang ada padanya, hal tersebut juga mengandung pengertian agar Timotius
mewujudkan atau mempraktekkan karunia-karunia itu dalam pelayanannya. Kata
“karunia” dalam bahasa Yunani menggunakan kata “χαρισματος”
(kharismatos) dari kata
“χαρισμα” (kharisma) yang berarti karunia.”(Hasan Sutanto, 2004). Pfeiffer mengemukakan “kata Karunia disini berarti sebuah tugas yang
diberikan pada saat pentahbisan” (Pfeiffer & Harrison, 2008).
Seperti yang dikatakan pada 1 Timotius 4:14,
bahwa karunia yang ada dalam diri Timotius diterimanya melalui penumpangan
tangan sidang panitia. Dari penjelasan ini berarti karunia itu ada dalam
Timotius pada saat pentahbisannya di depan sidang panitia jemaat di Efesus. E.
M. Blaiklock menyatakan “Untuk jemaat di Efesus Timotius memerlukan; kekuatan
watak, kasih dan disiplin diri” (E. M. Blaiklock, 1972). Kasih bukan berarti Timotius tidak tegas, tetapi lebih mengarah pada
belas kasihannya kepada jiwa-jiwa yang ada di Efesus. Timotius diperingatkan
agar giat melayani dengan kepribadiannya yang berkarakter baik dan berkarunia.
Sehingga melalui pelayanannya banyak orang-orang di Efesus bertobat dan
kemurnian Injil tetap, karena sifatnya yang tegas dan tidak mau kompromi.
5. Pemberitahuan tentang
Syarat-syarat bagi Pemilik Gereja dan Diaken (1 Tim. 3:1-13)
Secara khusus Paulus menulis syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh setiap pemilik gereja dan diaken, karena sekalipun Paulus
tidak berada di tengah-tengah pelayanan di Efesus, dia ingin melihat gereja
dipimpin oleh orang-orang yang bijaksana, adil, dan yang dapat
mempertanggungjawabkan moralnya. Paulus memberikan tanggung jawab ini kepada
Timotius sebagai gembala sidang di Efesus, yaitu agar ia memberi tahukan
syarat-syarat tersebut. Dalam pembahasan ini akan terlihat peran Paulus sebagai
mentor bagi Timotius. Paulus menekankan agar Timotius memiliki stadart yang
sama dengan dirinya dalam segala hal, termasuk dalam penentuan penilik Gereja
dan Diaken.
Dengan mempercayakan tanggung jawab sebagai
gembala sidang kepada Timotius bukan berarti Paulus lepas tangan dan tidak mau
perduli lagi. Tetapi Paulus justru semakin menunjukkan fungsinya sebagai mentor
kepada Timotius.Paulus tidak melepaskan Timotius begitu saja, tetapi tetap
memberikan masukan-masukan yang sangat berarti bagi pengembangan diri maupun
pelayanan Timotius.
Bukti dari peran yang Paulus jalankan sebagai
mentor bagi Timotius diantaranya adalah pemberitahuan standart bagi penilik
jemaat dan Diaken kepada Timotius. Paulus tidak memberitahukan
standart-standart ini langsung kepada jemaat di Efesus, tetapi kepada Timotius
selaku gembala sidang yang telah ia tetapkan disana. Tingginya standaryang
Paulus tetapkan bagi setiap orang yang menjabat sebagai pemilik jemaat adalah
perwujudan peran yang Paulus jalankan sebagai mentor.
Blaiklock menjelaskan, “Paulus mengharapkan
munculnya orang tipe lain yang memiliki segala sesuatu yang terbaik dalam watak
orang Roma, orang Yunani, dan orang Yahudi dimana semua berpadu dalam kelakuan
yang mulia seperti Kristus” (E. M. Blaiklock, 1972). Pernyataan ini menunjukkan kerinduan Paulus agar semua orang percaya memiliki
watak yang sama seperti Kristus, demikian juga harapannya bagi para penilik
jemaat. Kata “penilik jemaat” dalam bahasa Yunani adalah
“επισκοπης” (episkopes) berasal
dari kata “επισκοπη” (episkope) yang berarti jabatan penilik
jemaat, tanggung jawab mengurus” (Hasan Sutanto, 2004).
Dalam ayat 8-13 seorang Paulus menyatakan
kepada Timotius bahwa diaken juga harus memiliki kualifikasi-kualifikasi
tertentu, sehingga mereka tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Jabatan
dalam jemaat tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang belum diuji dan
tidak layak untuk memegang jabatan itu. Mereka harus terlebih dahulu diuji
dalam hal mengambil keputusan-keputusan, dalam segala tingkah laku dan cara
hidupnya. Pernyataan ini semakin menguatkan bahwa pemilihan seseorang untuk
jabatan sebagai diaken tidak dapat dilakukan dengan sembarangan. Dengan
pernyataan-pernyataan Paulus yang sangat tegas ini Timotius diharapkan untuk
menyadari pentingnya ia mempertahankan standart yang tinggi bagi penilik Gereja
dan diaken demi kemajuan gereja.
Seorang diaken bertugas sebagai pelayan Tuhan
yang diberi tugas untuk mengawasi segala sesuatu yang ada di gereja, termasuk
membersihkan gereja. Baik “penilik jemaat” maupun “diaken” keduanya adalah
sama-sama penting dan dalam pelaksanaannya harus saling mendukung dan
melengkapi. Fungsi Paulus sebagai mentor yang mengambil bagian dalam pembinaan
rohani bagi Timotius memberi masukan yang sangat berarti bagi Timotius yakni
untuk memilih para pengurus gereja yang baik dan benar di hadapan Allah dan
manusia.
Kesimpulan
Mentoring
dalam pelayanan pastoral atau penggembalan sangat dibutuhkan, selain untuk
melatih pemimpin baru atau pelayan yang dapat membantu penatalayanan, dapat
melakukan beberapa hal seperti: Dorongan
Mempertahankan Kemurnian Injil, Nasihat untuk Menjadi Pelayan yang Layak
(1 Tim. 4:6-16; 2 Tim. 2:15-26),
Panggilan untuk Ikut Menderita (2 Tim. 2: 1-13), Peringatan untuk Mengobarkan
Karunia Allah (1 Tim. 4:14-16; 2 Tim. 1: 6-8), Pemberitahuan tentang
Syarat-syarat bagi Pemilik Gereja dan Diaken (1 Tim. 3:1-13).
BIBLIOGRAFI
Burhan Bungin (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman.
Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Grafindo.
C. Peter Wagner. (1990). Gereja Saudara dapat
Bertumbuh. Malang: Gandum Mas.
Clarence H. Benson. (1980). Teknik Mengajar. Malang:
Gandum Mas.
Donald Stamps. (2003). Alkitab Penuntun Hidup
Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas.
E. M. Blaiklock. (1972). Surat-surat Penggembalaan.
Malang: Gandum Mas.
Hasan Sutanto. (2004). Perjanjian Baru Interlinear
Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru. Jakarta: Percetakan LAI.
James Strong.(1984). The New Strong’s Exhaustive
Concordance of The Bible. Nashville: Thomas Nelson Publisher.
Jesse Miranda. (1986). Gereja Kristen dalam Pelayanan.
Jakarta: Lembaga Kursus Tertulis Internasional di Indonesia.
John M. Echols, & Shadily, H. (1996). Kamus Inggris
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Lee, D. (2011). Paschal Imagery in the Gospel of John: A
Narrative and Symbolic Reading. Pacifica: Australasian Theological Studies,
24(1), 13–28. https://doi.org/10.1177/1030570X1102400102
Mangunhardjana, A. M. (1990). Kepemimpinan.
Yogyakarta: Kanasius.
Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. (2001).bMetodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja.
Rosdakarya.
Paul D. Stanley dan J., & Clinton, R. (2004). Mentor.
Malang: Gandum Mas.
Pfeiffer, C. F., & Harrison, E. F. (2008). The
Wycliffe Bible Commentary (III). Malang: Gandum Mas.
Philip F. Sykes, & Sykes, R. H. (1986). Timothy and
Titus. Canada: Everyday Publications Inc.
Spiros Zodhiates. (1996). The Hebrew-Greek Key Study Bible.
USA: Chattanooga.
Wesley J. Perschbacher. (1992). The New Analytical Greek
Lexicon. Massachusetts: Hendrickson Publishers.
William Bright. (1989). Cara-cara Bersaksi. In Pola Hidup
Kristen. Malang: Gandum Mas.
William D. Mounce. (1993). The Analytical Lexicon to The
Greek New Testament. Michigan: Zondervan Publishing House.