Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849

       e-ISSN : 2548-1398

       Vol. 4, No. 1 Januari 2019

 

PENENTUAN YIELD KONVERSI REAKSI ASAM STEARAT DAN ASAM LAURAT TERHADAP POLYETHYLENE GLYCOL 400 MENGGUNAKAN VOLUMETRI DAN KROMATOGRAFI UNTUK APLIKASI SURFAKTAN EOR

 

Puji Astuti Ibrahim dan Desi Sagita Wati

Akademi Minyak dan Gas (AKAMIGAS) Balongan Indramayu

Email: pujiastutiibrahim32@gmail.com dan desisagitawati24@gmail.com

 

Abstrak

Pertumbuhan industri minyak yang tinggi meningkatkan kebutuhan bahan bakar fosil. Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak dan air atau air dan minyak. Tujuan dari percobaan ini menentukan yield konversi reaksi asam stearat dan asam laurat  yang berasio terhadap polyethylene glycol 400. Metode yang digunakan yaitu metode volumetri dan kromatografi lapis tipis. Dari hasil penelitian diperoleh hasil optimum PEG 400 stearat 1,5:1 pada bilangan asam yaitu 7,295805, bilangan ester yaitu 197,51688, bilangan penyabunan yaitu 170,08398, yield konversi yaitu 96,74 %. Nilai tegangan permukaan IFT yaitu 0,00031399 dyne/cm. Dengan demikian polyethylene glycol 400 stearat 1,5:1 memenuhi kriteria surfaktan EOR.

  

Kata kunci: Asam Laurat, Asam Stearat, Intefacial Tension (IFT), PEG 400,   Surfaktan

Pendahuluan

Pertumbuhan industri minyak yang tinggi meningkatkan kebutuhan  bahan bakar fosil, penemuan cadangan minyak yang menurun dan sulit ditemukan, serta penurunan produksi yang diperoleh dari sumuran yang sudah tua menyebabkan industri minyak menerapkan metode alternatif yang mampu menangani permasalah yang ada. Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan metode yang dipilih untuk mengembalikan sumuran tua kembali berproduksi, salah satu metode EOR yang diterapkan adalah injeksi surfaktan.

Surfaktan dipilih karena mempunyai sifat terkonsentrasi di dua sisi sekaligus. Selain itu surfaktan mengurangi  tegagan antar muka antara minyak dan air serta membawa minyak yang tidak dapat terbawa oleh air. Meski dalam skala nasional surfaktan untuk EOR menggunakan surfaktan berbasis minyak bumi,  namun beberapa tahun ini indonesia sudah mulai mengembangkan penelitian untuk membuat surfaktan dari bahan alami melalui proses kimia sebagai contoh MES (Metil Ester Sulfonat) dan ester karbonat.

Ada pun tujuan dari penelitian ini adalah:  untuk mengetahui kriteria surfaktan  yang layak untuk aplikasi EOR, menghitung yield konversi reaksi asam stearat dan asam laurat terhadap PEG 400 untuk aplikasi surfaktan EOR dan mengetahui surfaktan yang layak untuk aplikasi surfaktan EOR.

Surfaktan adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa cairan yang berbeda  kepolarannya seperti minyak dan air atau air dan minyak. Sifat yang unik tersebut menyebabkan surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan penggumpal, pembasah dan pengemulsi serta sudah diaplikasikan berbagai bidang industri termasuk dalam bidan perminyakan (Rohana,2015:25). Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air).

Description: surfaktan

Gambar 1.1 Skematik dari sebuah molekul surfaktan (Syukri,2018:5)

 

Penginjeksiaan surfaktan ke dalam reservoir dapat memperbaiki kerusakan formasi dengan menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air, formasi antara minyak dan batuan. Dengan menurunya tegangan antar muka, menyebabkan menurunnya tekanan kapiler pada daerah penyempitan pori-pori sehingga residual oil yang tertinggal dapat didesak dan diproduksikan. Penggunaan surfaktan sebagai chamical stimulation agent sumur minyak bumi harus disesuaikan dengan kondisi reservoir dimana surfaktan tersebut akan diaplikasikan dan hasil pengukuran IFT pada berbagai kondisi kesadahan dimana kecenderungan terhadap peningkatan nilai IFT dengan meningkatnya nilai kesadahan. Kisaran nilai IFT yang terukur bervariasi pada kisaran 10-3 dyne/cm. (Hambali,2017:9-10).  Disamping parameter diatas persentase yield konversi yang terhitung untuk mengetahu kelayakan surfaktan.

 

 

A.  Jenis-Jenis Surfaktan

Berdasarkan sifat gugus fungsi yang dimiliki, surfaktan terbagi menjadi sebagai berikut:

1.    Surfaktan Ionik.

Surfaktan yang bila terlarut dalam pelarut (air) akan terurai menjadi ion negatif dan positif. Surfaktan anionik menghasilkan ion surfaktan bermuatan negatif dalam larutan air, yang berasal dari sulfat, karboksilat, atau gugus sulfonat. Jenis senyawa ini adalah asam karboksilat dan turunannya, asam sulfonat dan ester asam sulfat dan garam ( sebagian besar sulfat alkohol dan ester).

2.    Surfaktan Kationik.  

Surfaktan kationik dalam larutan menghasilkan surfaktan ion bermuatan positif dalam larutan dan terutama senyawa nitrogen kuaterner seperti amina dan derivatnya dan garam amonium kuaterner. Surfaktan kationik memiliki sifat pembersih yang kurang baik, sehingga sedikit digunakan sebagai deterjen dan digunakan karena memiliki kualitas bacteriocidal.

3.    Surfaktan Nonionik.

Surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan, merupakan amida asam karboksilat, ester dan juga turunanya dan eter. Sejak 1960-an digunakan sebagai bahan aktif formulasi deterjen.

4.    Surfaktan zwiter ion (amfoter).

Surfaktan zwiter ion mengandung dua muatan yang berlawanan dan dapat membentuk surfaktan amfoter. Perubahan muatan terhadap pH pada surfaktan amfoterik mempengaruhi pembentukan busa, pembasahan dan sifat deterjen. (Mulyani,2017:3-4).

Berdasarkan bahan bakunya surfaktan  digolongkan menjadi dua didasarkan pada sumber bahan baku yang digunakan. Golongan pertama adalah surfaktan dihasilkan dari metabolisme sel mikroorganisme, golongan dua didapat dari bahan alami melalui proses kimia sebagai contoh MES (Metil ester Sulfonat) dan ester karbonat (Reningtyas,2015:12).

 

 

 

B.  Karakteristik Surfaktan.

Aplikasi surfaktan tergantung kepada sifat surfaktan meliputi sifat kimia, fisika serta biologi. Karakter surfaktan ditentukan oleh beberapa parameter yaitu kesetimbangan hidropobik-lipopilik (HLB) dan interfacial tension (IFT).

1.    Kesetimbangan Hidropobik-Lipopiik (HLB).

HLB menunjukan skala kesetimbangan gugus hidrofobik dan hidrofilik dari suatu surfaktan.

Description: C:\Users\Acer\Documents\Bluetooth Folder\Dok baru 2018-10-29 07.54.37_1_HLB.jpg

Gambar 1.2 Skala HLB dan aplikasi surfaktan.

Pengukuran HLB surfaktan ditentukan berdasarkan perbedaan nilai daerah molekul. (Reningtyas,2015:14)

2.    Interfacial Tension (IFT)

Molekul-molekul zat aktif permukaan (surfaktan) mempunyai gugus polar dan non polar. Bila suatu zat surfaktan didispesikan dalam air pada konsentrasi yang rendah, maka molekul-molekul surfaktan akan terabsorbsi pada permukaan membentuk suatu lapisan monomolekuler. Bagian gugus polar akan mengarah ke udara. Hal ini mengakibatkan menurunya tegangan permukaan air.

3.    Mekanisme Kerja Surfaktan

Mekanisme penurunan tegangan permukaan oleh surfaktan dimana bagian kepala bersifat hidrofilik masuk ke fase hidropil dan bagian ekor bersifat hirofobik masuk ke fase hidropobik. Interaksi ua gugus ke dalam fase menyebabkan penurunan tegangan permukaan antar fase. Penurunan tegangan permukaan dapat diamati pada perubahan bentuk tetesan minyak di permukaan yang bersifat hidrofilik. Dikarenakan berbedanya tegangan antarmuka antara minyak dan benda padat.

Description: C:\Users\Acer\Documents\Bluetooth Folder\Dok baru 2018-10-29 08.35.27_1_mekanisme.jpg

Gambar 1.3 Mekanisme Kerja Surfaktan. (Reningtyas,2015:14).

Perubahan bentuk tetesan minyak sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan disebabkan oleh penurunan tegangan permukaan antara fas minyak dan permukaan padatan. (Reningtyas,2015:12-14).

Metode Penelitian                                                                  

A.  Metode volumetri

Pertama membuat larutan titrat dengan menimbang 1 gram sampel menggunakan digital balence dengan sampel yang dituangkan di dalam labu erlenmeyer 100 ml lalu mengukur 25 ml etanol 95% dengan menggunakan gelas ukur kemudian menuangkannya etanol ke dalam larutan titrat, menambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein. Kedua menuangkan larutan titran ke dalam buret yaitu KOH-Etanol 0,1 N. Ketiga mulai melakukan titrasi. Pada saat ekivalen, penambahan titran harus di hentikan dengan tanda adanya perubahan warna menjadi pink seulas. Keempat melakukan percobaan membuat blanko dengan prosedur yang sama namun tidak menggunakan gram sampel.

Percobaan penentuan bilangan ester  pertama membuat larutan titrat dengan menimbang 2 gram sampel menggunakan digital balence dengan sampel yang dituangkan di dalam labu erlenmeyer 100 ml, lalu mengukur 5 ml etanol 95% dengan menggunakan gelas ukur kemudian menuangkannya etanol ke dalam larutan titrat, menambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein. Kedua menuangkan larutan titran ke dalam buret yaitu KOH-Etanol 0,1 N. Ketiga mulai melakukan titrasi. Pada saat ekivalen, penambahan titran harus di hentikan dengan tanda adanya perubahan warna menjadi pink seulas. Ketiga membuat larutan titrat untuk di titrasi dengan larutan titran HCl 0,5 N. Netralkan larutan yang telah di titrasi dengan menuangkan 25 ml KOH-etanol 0,5 N, menambahkan batu didih secukupnya, lalu didihkan ± 150 C° dengan pendingin tegak lalu dinginkan. Menambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein. Keempat menuangkan larutan titran ke dalam buret yaitu HCl 0,5 N. Kelima mulai melakukan titrasi. Pada saat ekivalen, penambahan titran harus di hentikan dengan tanda adanya perubahan warna menjadi jernih. Keenam melakukan percobaan membuat blanko dengan prosedur yang sama namun tidak menggunakan gram sampel.

Pertama membuat larutan titrat dengan menimbang 0,5 gram sampel menggunakan digital balence dengan sampel yang dituangkan di dalam labu erlenmeyer 100 ml lalu mengukur 25 ml KOH-Eanol 0,5 N dengan menggunakan gelas ukur kemudian menuangkan KOH-etanol 0,5 N ke dalam larutan titrat, menambahkan secukupnya batu didih ke dalam larutan titrat lalu mendidihkan ± 150 C° dengan pendingin tegak lalu dinginkan. Menambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein. Keempat menuangkan larutan titran ke dalam Buret yaitu HCl 0,5 N. Kelima mulai melakukan titrasi. Pada saat ekivalen, penambahan titran harus di hentikan dengan tanda adanya perubahan warna menjadi jernih. keenam melakukan percobaan membuat blanko dengan prosedur yang sama namun tidak menggunakan gram sampel.

 

B.  Metode Analisa Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

       Kemudian ukur kertas sesuai kebutuhan, berikan tanda batas bawah dan batas atas. Berikan tanda bulatan pada batas bawah untuk menunjukan titik pemberian sampel. Gunakan pipa kapiler untuk menuangkan sampel pada titik. Gunakan pinset untuk meletakan kertas koromatografi yang sudah diberikn sampel ke dalam baker gelas yang di isi eluen dan botol kecil untuk penyangga kertasnya. Setelah eluen menyerap sampai batas atas ambil kembali kertas menggunakan pinset kemudian semprotkan dengan menggunakan cairan sulfat atau biermangan. Kemudian keringkan dengan pengering hingga nampak noda sampel pada kertas kromatografi.

 

 

 

Hasil dan Pembahasan 

1.    Surfaktan

Surfaktan merupakan senyawa yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa cairan yang berbeda  kepolarannya seperti minyak dan air atau air dan minyak. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air). Penginjeksiaan surfaktan ke dalam reservoir dapat memperbaiki kerusakan formasi dengan menurunkan tegangan antar muka antara minyak dan air, formasi antara minyak dan batuan. Pada penelitian tugas akhir mahasiswa berkesempatan untuk meneliti surfaktan yang telah di sintesis yaitu asam laurat dan asam stearat.

Secara umum untuk menentukan konversi reaksi terdapat beberapa tahapan yaitu yang pertama menentukan bilangan asam, nilai tersebut mengacu pada kandungan asam lemak bebas pada minyak. Kedua menentukan bilangan ester, nilai tersebut mengacu pada selisih nilai asam dan penyabunan. Ketiga menentukan bilangan penyabunan, nilai tersebut mengacu pada kandungan asam lemak yang terikat. Keempat uji kromtografi lapis tipis.

2.    Bilangan Asam.

Penentuan bilangan asam merupakan salah satu metode volumetri yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas. Bilangan asam menunjukan seberapa besar kandungan asam lemak bebas dalam minyak, nilai tinggi pada bilangan asam menunjukan kualitas minyak menjadi rendah. Berikut adalah grafik rata-rata bilangan asam hasil percobaan :

Grafik 1.1 Bilangan asam.

Grafik 1.1 Menunjukan kualitas minyak yang paling tinggi dilihat dari nilai bilangan asam yaitu PEG 400 stearat 1,5:1 dan PEG 400 laurat 1,5:1. Dari nilai bilangan asam mempengaruhi panjang ekor hidrofobik, semakin panjang ekor hidrofobik sehingga mampu menyapu fase minyak di formasi batuan pada reservoar. PEG 400 menunjukan nilai 0. Nilai tersebut merupakan nilai standar untuk menentukan perubahan nilai yang terjadi pada asam dilihat dari perubahan nilai asam terhadap PEG 400.

3.    Bilangan Ester.

Penentuan bilangan ester merupakan salah satu metode volumetri. Banyaknya asam organik yang bersenyawa ester. Bilangan ester berhubungan dengan bilangan asam dan penyabunan, bilangan ester bisa dihitung sebagai selisih antara bilangan penyabunan dengan bilangan asam.

Grafik 1.2 Bilangan ester

Grafik 1.2 menunjukan kualitas minyak yang paling tinggi dilihat dari nilai bilangan ester merupakan PEG 400 stearat 1,5:1 dan PEG 400 laurat 1,5:1. Hal ini menunjukan semakin tinggi nilai ester maka ekor hidrofobik semakin panjang sehingga mampu menyapu fase minyak di formasi batuan pada reservoar. PEG 400 menunjukan nilai 0. Nilai tersebut merupakan nilai standar untuk menentukan perubahan nilai yang terjadi pada asam dilihat dari perubahan nilai asam terhadap PEG 400.

4.    Bilangan Penyabunan.

Penentuan bilangan penyabunan merupakan salah satu metode volumetri. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah sampel minyak. Bilangan penyabunan menyatakan seberapa besar kandungan asam lemak yang masih terikat dalam bentuk lemak.

Grafik 1.3  Bilangan penyabunan.

Grafik 1.3 menunjukan kualitas minyak yang paling tinggi dilihat dari bilangan penyabunan yaitu PEG 400 stearat 1,5:1 dan PEG 400 laurat 3:1. Hal ini menunjukan semakin tinggi nilai bilangan penyabunan maka ekor hidrofobik semakin panjang sehingga mampu menyapu fase minyak di formasi batuan pada reservoar. Sedangkan pada Asam laurat minyak yang masih terikat ada pada PEG 400 laurat 3:1. PEG 400 menunjukan nilai 0. Nilai tersebut merupakan nilai standar untuk menentukan perubahan nilai yang terjadi pada asam dilihat dari perubahan nilai asam terhadap PEG 400.

5.    Kromoatografi lapis tipis.

Kromatografi adalah teknik pemisah. Kromatografi menggunakan dua fase yaitu fase tetap dan fase bergerak. Pada percobaan ini fase gerak yaitu toluena sedangkan untuk fase diam yaitu sampel.

Description: C:\Users\Acer\Desktop\TUGAS AKHIR\klt revisi\fixxxx.jpg

Gambar 1.4 Hasil kromatografi.

Gambar 1.4 pada panah warna hijau menunjukan PEG 400 dimana memiliki ikatan polar dan merupakan hidrofobik. Panah merah menunjukan asam stearat  dimana memiliki ikatan non polar dan merupakan hidrofilik.

6.    Nilai IFT (intefecial tension)

Hasil pengukuran IFT terkecil menandakan pembentukan microemulsi secara optimal pada formula surfaktan. Inter facial tension (IFT) adalah salah satu parameter utama dalam EOR.  Kisaran nilai IFT 10-3 dyne/cm maka kinerja dari surfaktan semakin tinggi dan dapat membentuk microemulsi antara permukaan minyak dengan surfaktan.

Description: C:\Users\Acer\Desktop\TUGAS AKHIR\1.jpg

Gambar 1.5 Penurunan intefacial tension pada alat TX500C/D.

Gambar 1.5 merupakan gambaran visual minyak di dalam tabung. Gambar kiri menunjukan minyak yang sudah memipih dan gambar kanan menunjukan minyak yang semakin memipih hingga membentuk garis dengan diameter tertentu hingga memanjang.

Grafik 1.5 Nilai IFT

Grafik 1.5 menunjukan hasil pengukuran IFT dengan kualitas tinggi yaitu PEG 400 stearat 1,5:1. Maka sampel tersebut telah memenuhi kriteria pengujian IFTpada injeksi surfaktan untuk EOR. Sedangkan pada pengukuran IFT PEG 400 laurat 1,5:1 menunjukan nilai IFT belum memenuhi kriteria pengujian IFT pada injeksi surfaktan untuk EOR.

Grafik 1.6 Nilai ester dan IFT

Grafik 1.6 menunjukan perbandingan hasil ester dan IFT pada PEG 400 stearat 1,5:1 dan PEG 400 laurat 1,5:1. Asam stearat memiliki nilai IFT 0,00031399 dyne/cm dan nilai ester 197,51688 dyne/cm, nilai ini memenuhi kreteria surfaktan EOR meskipun berbeda tipis dengan nilai ester PEG 400 laurat.  PEG 400 laurat memiliki nilai IFT 1,253 dyne/cm dan nilai ester 205,747, nilai ini belum memenuhi kriteria surfaktan EOR karena nilai tegangan permukaan yang rendah.

7.    Penentuan Yield Konversi Reaksi.

Grafik 1.7 Yield konversi

Grafik 1.7 menunjukan nilai yield konversi sebagai salah satu parameter surfaktan EOR pada PEG 400 stearat 1,5:1 dan PEG 400 1,5:1 sebagai berikut 96,74% dan 94,64%. Jadi hasil penelitian tugas akhir ini menunjukan kualitas surfaktan yang sangat tinggi ada pada PEG 400 stearat 1,5:1.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa:

1.    Kriteria surfaktan yang layak untuk aplikasi surfaktan EOR memiliki 96,74% yield konversi reaksi dan ditunjang dengan nilai IFT 0,00031399 dyne/cm.

2.    Hasil yield konversi PEG 400 stearat 1,5:1 dan PEG 400 laurat 1,5:1 yaitu 96,74 % dan 94,64 %.

3.    Dari hasil optimum diperoleh PEG 400 stearat 1,5:1 sebagai surfaktan yang layak untuk.

 

BIBLIOGRAFI

 

Hambali, Erliza dkk. 2017. Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) sebagai Oil Well Stimulation Agent Akibat Pengaruh Suhu,Lama Pemanasan, dan Konsentrasi Asam (HCl). Bandung: Institut Teknologi Bandung.

JR. R.A. Day dan A.L. Underwood.2002. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Enam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartika, Siti dkk.2015. Kajian Laboratorium Mengenai Keterbasahan Batuan pada Reservoar yang Mengandung Minyak Parafin pada Proses Imbibisi. Jakarta: Universitas Trisakti.

Khopkar.S.M.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).

Mulyani, Reni.2017. Pengolahan Limbah Surfaktan dengan Elektro Oksidasi Kimia Termediasi Kobal. Bekasi: CV. Nurani.

Pudjaatmaka, DR. A. Hadyana dkk. 1993. Kamus Kimia Pangan. Jakarta: Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Reningtyas, Renung dan Mahreni. 2015. Biosurfaktan. Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Rohana Oppusunggu, Jojor dkk. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Temperatur Reaksi pada Sintesis Surfaktan dari Asam Oleat dan N-Metil Glukamina dengan Katalis Kimia. Medan : USU Medan.

Sastrohamidjojo, Dr. Hardjono. 2007. Kromatografi. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.

Syukri, Muhammad dkk. 2018. Sintesis Stearamida dari Asam Stearat dan Urea Menggunakan Pelarut Ampuran. Pengaruh Temperatur dan Waktu Reaksi. Medan: USU Medan.

Wulandari, Lestyo. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember: PT. Taman Kampus Presindo.