Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia – ISSN : 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 2,
No 11 November 2017
PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
Halimah
Tussaadiyah
SMK
Negeri 2 Bogor
Abstrak
Penelitian ini dilakukan
berawal dari kondisi rendahyna pencapaian nilai akhir peserta
didik dalam pembelajaran yang menyebabkan perlunya kepekaan seorang guru untuk menggunakan suatu model pembelajaran yang dapat memicu
peserta didik untuk lebih aktif
dalam proses pembelajaran. Fenomena ini harus dipahami sebagai
sebuah usaha untuk
menerapkan model pembelajaran dengan mengoptimalkan peran siswa secara penuh. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan menggunakan
penggunaan model pembalajaran
Type Creative Problem Solving dalam pembelajaran membuat peserta didik tidak
jenuh, Sebaliknya merasa senang
sehingga aktifitas belajar mereka meningkat. Hal ini terbukti pada siklus
I ada 55,55% atau 20 peserta didik yang aktif, 22,22% atau 8 peserta didik yang cukup aktif dan
22,22% atau 8 peserta didik yang kurang aktif pada saat
pembelajaran. Setelah guru memperbaiki hasil refleksi pada siklus
I maka pada siklus II didapat 80,55% atau 29 peserta didik aktif pada
saat pembelajaran dan 19,45 atau 7 peserta didik yang cukup aktif saat
pembelajaran serta 0,00% atau tidak ada
peserta didik yang tidak aktif pada
saat pembelajaran. Hal tersebut memiliki pengaruh terhadap peningkatan hasil
belajar. Model pembelajaran Type Creative Problem Solving dapat menigkatkan nilai—atau dalam artian hasil belajar—siswa pada materi Thyristor
di Kelas XI EB semester 1
SMK Negeri 2 Kota Bogor dengan
menggunakan model pembelajaran
Type Creative Problem Solving.
Kata Kunci: Creative
Problem Solving, Hasil Belajar
Pendahuluan
Pendidikan merupakan
upaya manusia untuk memperluas pengetahuan dalam rangka membentuk nilai, sikap
dan perilaku. Setiap insan pada dasarnya membutuhkan yang namanya pendidikan,
dimana pun dan kapan pun. Manusia akan sulit berkembang bahkan terbelakang
tanpa adanya pendidikan. Dengan kata lain, merujuk dari hal di atas, dapat
disimpulkan bahwa, sebuah pendidikan haruslah dapat membentuk manusia yang
berkualitas, lebih mampu bersaing serta berbudi pekerja baik. Pendidikan di
sekolah tidak dapat lepas dari proses pembelajaran dan interaksi antara guru
dan peserta didik. Proses belajar yang unggul adalah proses belajar yang
melibatkan peran pendidik yang profesional dan mumpuni di bidangnya. Dalam
pelaksanaannya, guru tidak hanya berperan sebagai pendidik saja, melainkan juga
harus dapat menjadi pemimpin dan administrator yang mampu memberi pelayanan
pada peserta didik dengan berpedoman pada kesadaran (awareness), keyakinan (belief),
kedisiplinan (discipline) juga
tanggung jawab (responsibility)
secara optimal. Model mengajar yang dipakai oleh guru akan berpengaruh juga
terhadap cara belajar peserta didik yang mana setiap peserta didik mempunyai
cara belajar yang berbeda satu dengan lainnya.
Pemahaman konsep adalah
pijakan awal yang diambil untuk melangkah pada tahap selanjutnya yaitu aplikasi
dalam pembelajaran produktif Penerapan Rangkaian Elektronika. Namun tidak
sedikit siswa yang kurang menguasai
konsep dari materi yang diajarkan. Hal ini diakibatkan oleh tidak
efektifnya model pembelajaran yang digunakan. Pada umumnya, model pembelajaran
yang dikembangkan guru produktif dalam kegiatan belajar mengajarnya adalah
model pembelajaran konvensional yang lebih banyak mengandalkan ceramah, dimana
peserta didik hanya ditempatkan sebagai obyek. Pembelajaran seperti itu membuat
peserta didik menjadi pasif dan tenggelam ke dalam kondisi belajar yang kurang
merangsang aktifitas belajar yang optimal. Model pembelajaran sendiri adalah
pendekatakan pembelajaran, yang dimana, pendekatakan ini dilakukan untuk proses
perubahan siswa pada arah yang lebih baik. Model pembelajaran sendiri berkaitan
erat dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar pendidik (Hanafiah dalam
Suhana, 2009). Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran Type Creative Problem Solving. Sebagaimana diketahui bahwa pada
umumnya dalam pembelajaran produktif Penerapan Rangkaian Elektronika yang
menjadi perhatian guru adalah peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi,
sedangkan peserta didik dengan kemampuan rendah kurang memperoleh perhatian.
Oleh sebab itu, penerapan model
pembelajaran Type Creative Problem
Solving akan dapat mengakomodasi
keinginan peserta didik untuk diperhatikan dan diberi kesempatan menunjukkan
potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreatif dan
pemecahan masalah dalam pembelajaran produktif Penerapan Rangkaian Elektronika.
Creative
Problem Solving sendiri adalah model pembelajaran yang
memusatkan kegiatan belajar pada keterampilan pemecahan masalah siswa. Proses
pemecahan masalah sendiri tidak berhenti pada masalah yang telah diselesaikan,
namun lebih kepada peningkatan keterampilan berkat pola pemecahan masalah
tersebut (Tenysan dalam Wasis: 1999). Pada konsep ini, sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Amir Suyitno (2000), pemecahan masalah tidak hanya dilakukan
pada penyelesaian soal yang secara jelas telah diketahui cara penyelesaiannya.
Pemecahan masalah yang dimaksud disini
adalah pemecahan masalah yang dilakukan dengan kekuatan pikiran asli manusia,
yang dimana, dalam proses pemecahan masalah tersebut, peserta didik dituntut
untuk menyelesaikan masalah yang belum diketahui jalan keluarnya.
Dalam pandangan yang
berbeda, Creative Problem Solving juga
dikatakan sebagai treffinger. Huda
(2013) mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini dengan treffinger merupakan
dua buah model pembelajaran yang memiliki kesamaan. Lebih lanjut, Huda juga
menambahkan bahwa model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk dapat
berpikir kreatif dan cekatakan, untuk kemudian mereka diarahkan dalam konsep
pemecahan masalah.
Pada hakikatnya,
berpikir kreatif adalah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah—baik itu dalam
konsep pemecahan masalah maupun kesehariannya. Dalam pandangan Noller (yang
tercantum dalam Suryobroto: 2009), solusi kreatif merupakan upaya yang
dilakukan dengan sikap dan pola berpir kreatif serta taktis, terbuka dalam
kebaikan perbaikan dan mampu serta berani menyampaikan pendapat.
Secara lebih jelas,
Shoimin (2014) memiliki karakteristik yang melibatkan kognitif dan afektif.
Proses tersebut berjalan, dan/atau dilakukan pada setiap tahapan model
pembelajaran. Hal serupa juga diutarakan oleh Sarson (dalam Huda: 2013).
Menurutnya, karakteristik yang lebih dominan disini adalah dimensi kognitif dan
afektif siswa, yang dimana, dimensi terkait dengan kegiatan siswa untuk mencari
arah penyelesaian.
Kondisi di lapangan
setelah dilaksanakan test awal mata
pelajaran Jaringan Dasar tentang secure
shall dan KKM yang telah
ditentukan 75, dari hasil analisis
diketahui bahwa, siswa dengan nilai di atas KKM sebanyak 9 Orang (25%) dan di bawah
KKM 27 Orang (75%) dengan nilai rata kelas 70. Hal ini disebabkan karena guru
ketika mengajar tentang menerapkan Penerapan Rangkaian Elektronika dengan
materi Thyristor masih konvensional
yang selalu menggunakan model
pembelajaran ceramah, kemudian komunikasi pembelajaran
hanya searah sehingga peserta didik merasa bosan. Oleh karena itu peneliti akan
merubah proses pembelajaran agar berbasis Creative
Problem Solving.
Berdasarkan latar
belakang masalah yang diuraikan di atas, penulis mengadakan penelitian
“Penerapan Model Pembelajaran type
Creative Problem Solving untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Penerapan
Rangkaian Elektronika tentang Thyristor
di Kelas XI EB SMK Negeri 2 Bogor semester 1 Tahun pelajaran 2015- 2016”.
Metodologi
Penelitian
Penelitian ini
merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di kelas XI EB Semester 1
SMK Negeri 2 Kota Bogor tahun pelajaran 2015/2016. Menurut Wijaya Kusuma
(2009), penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh
guru. Sedang dalam tanggapan O’Brien, sebagaimana dikutip dalam Endang
Mulyatiningsih (2011), adalah penelitian yang dilakukan tatkala ada indikasi
permasalahan pada peserta didik maupun proses pembelajaran di kelas. Dengan
kata lain, berlatar belakang hal tersebut, guru—dalam hal ini
pendidik—melakukan penanganan dan/atau tindakan guna memperbaiki permasalahan
yang terjadi.
Terkait dengan
penelitian tindakan kelas, Cohen dan Manion dalam Padmono (2010) menerangkan bahwa, pada pada
kondisi lapangan, penelitian tindakan kelas merupakan intervensi kecil pada
dunia nyata, yang diwujudkan dalam sebuah perbaikan atas permasalahan di
lapangan. Sehingga, dalam penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian yang dapat dilakukan dengan kolaborasi
dengan pakar, yang pada prosesnya, pakar tersebut diperkenankan memberi
alternatif pemecahan, yang kemudian, alternatif tersebut perlu diuji untuk
mengukur tingkat efektivitasnya.
Subjek dalam penelitian
ini adalah seluruh kelas XI EB Semester 1 SMK Negeri 2 Kota Bogor sebanyak 36
siswa. Dari analisis peserta didik, didapat bahwa 9 (25%) peserta didik
memiliki nilai di atas dan/atau sama dengan 75, dan 27 (75%) lainnya memiliki
nilai di bawah 75 yang merupakan nilai kriteria ketuntasan minimum.
Berdampingan dengan subjek penelitian, peneliti menentukan hasil belajar
sebagai objek yang diteliti, atau dengan kata lain, hasil belajar merupakan
objek dalam pelitian ini.
Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI EB Semester 1 SMK Negeri 2 Kota
Bogor. Jumlah siswa kelas tersebut adalah 36 siswa yang terdiri dari 25 siswa
laki-laki dan 11 siswa perempuan.
Sampel penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas XI EB, yang tidak lain adalah 36 siswa yang terdiri
dari 25 laki-laki dan 11 perempuan. Alasan peneliti menggunakan seluruh
populasi penelitian adalah karena metode penentuan sampel yang peneliti
gunakan, di samping juga kebutuhan akan penelitian itu sendiri.
Terkait dengan metode
penentuan sampel, peneliti menggunakan purposive
sampling. Teknik ini memungkinkan peneliti mendapat jumlah sampel sesuai
dengan kebutuhan penelitian, sebab pada praktiknya, kebutuhan penelitian
merupakan sesuatu yang dipertimbangkan dalam penentuan sampel itu sendiri.
Secara lebih jelas, Sugiyono (2005) menerangkan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel pada sumber data
berdasarkan pertimbangan khusus. Lebih lanjut, pertimbangan yang dimaksud
disini tidak terbatas pada kebutuhan—walau pada hakikatnya kebutuhan penelitian
adalah prioritas utama—namun purposive
sampling berbicara lebih luas daripada itu. Dalam pengertiannya, Usman
(2008) juga mengamini apa yang dipaparkan oleh Sugiyono. Menurutnya, purposive sampling adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan secara khusus dengan pertimbangan tujuan
penelitian.
Terlepas dari penentuan
sampel di atas, teknik yang digunakan untuk pengumpulan data disini adalah
observasi dan pengambilan nilai siswa. Dengan kata lain, peneliti menggunakan
lembar observasi dan lembar penilaian—di samping instrumen lain—sebagai
instrumen penelitian.
Teknik analisis yang
digunakan disini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Teknik kuantitatif
mewakili perhitungan—termasuk prosentase dan akumulasi nilai—ujian. Adapun
teknik kualitatif terwakili oleh penggambaran dan/atau deskripsi dari hasil
perhitungan tersebut.
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Pra Siklus
Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian, peneliti melakukan observasi awal di kelas. Hasil observasi menunjukkan bahwa ketika guru mengajar mata pelajaran
Penerapan Rangkaian Elektronika tentang
Thyristor adalah rata-ratanya 70 sedangkan KKM yang ditentukan 75. Peserta
didik yang mendapatkan nilai di atas KKM
hanya 9 orang (25%) dan 27 orang (75%) sisanya memiliki nilai di bawah
KKM. Padahal
materi Thyristor bahasannya cukup banyak/luas, maka diputuskan untuk menggunakan
model pembelajaran type Creative Problem Solving
pada mata pelajaran Penerapan Rangkaian Elektronika dalam materi Thyristor.
Pembelajaran
dimulai dengan mengadakan tes awal di kelas
XI EB untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik pada materi Thyristor. Nilai tes awal dijadikan acuan untuk mengetahui hasil
belajar peserta
didik kelas XI EB setelah digunakan model
pembelajaran type Creative Problem
Solving. Soal-soal tes awal berupa materi yang berkaitan
dengan bahan ajar, yakni Thyristor. Perolehan nilai tes awal ini akan dijadikan acuan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan
pembelajaran type
Creative Problem Solving. Berikut disajikan data hasil belajar siswa
pada pra siklus.
Tabel
1
Hasil
Belajar Pra Siklus
Kriteria |
Nilai
KKM 75 |
KKM
Mata Pelajaran Penerapan Rangkaian Elektronika |
|
Jumlah |
% |
||
Jumlah Siswa dengan Nilai ≥ 75 |
9 |
25% |
Nilai
Kriteria Ketuntasan Minimum Mata Pelajaran Penerapan Rangkaian Elekstronika
Sebesar 75 |
Jumlah Siswa dengan Nilai < 75 |
27 |
75% |
|
Nilai Tertinggi |
80 |
||
Nilai Terendah |
60 |
||
Nilai Rata-rata |
70 |
2. Deskripsi Siklus I
a. Hasil Keaktifan Siswa Selama Siklus
I
Jika digambarkan dalam bentuk grafik,
maka data keaktifan siswa pada siklus
1 tersaji
pada grafik 1 berikut:
Grafik 1
Hasil Aktivitas
Belajar Siklus I
Data pada
tabel dan grafik mengenai
aktifitas peserta didik pada siklus I menunjukkan bahwa setengahnya
(55,55%) peserta didik baik dalam mengikuti
KBM,
kurang setengahnya (22,22%) cukup mengikuti KBM dan kurang setengahnya (22,22%)
peserta didik kurang semangat mengikuti KBM.
b. Hasil Belajar Siklus I
Jika digambarkan dalam bentuk tabel, berikut adalah
hasil belajar siswa klas XI EB selama siklus I
Tabel
2
Hasil
Belajar Siklus I
Kriteria |
Nilai
KKM 75 |
KKM
Mata Pelajaran Penerapan Rangkaian Elektronika |
|
Jumlah |
% |
||
Jumlah Siswa dengan Nilai ≥ 75 |
27 |
75% |
Nilai
Kriteria Ketuntasan Minimum Mata Pelajaran Penerapan Rangkaian Elekstronika
Sebesar 75 |
Jumlah Siswa dengan Nilai < 75 |
9 |
25% |
|
Nilai Tertinggi |
90 |
||
Nilai Terendah |
65 |
||
Nilai Rata-rata |
76,2 |
Berdasarkan tabel 2 di atas terlihat bahwa
rata-rata nilai siswa 76,25
dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 65. Peserta didik yang hasil belajarnya di atas KKM ada 27 orang atau
75% dari nilai
KKM dan 9 siswa (25%) diantaranya memiliki nilai
di bawah KKM. Hal
ini memberikan gambaran bahwa ada peningkatan
hasil belajar peserta
didik dari pra siklus
ke siklus I.
Berdasarkan análisis data di atas, masih
terdapat kekurangan pada siklus I. Kekurangan-kekurangan tersebut antara lain guru kurang memotivasi
peserta
didik dan guru kurang membantu peserta didik dalam
proses pembelajaran. Sedangkan kemampuan
guru dalam mengoptimalkan pelaksanaan KBM, pengelolaan waktu, penggunaan media
pembelajaran model pembelajaran type Creative Problem Solving dan
semangat guru belum optimal. Kemudian 8 peserta didik (22,22%) cukup
memperhatikan pelajaran dan 8 peserta didik (22,22%) kurang memperhatikan
pelajaran, sedangkan yang sudah baik dalam mengikuti pembelajaran ada 20 orang
(55,55%) dengan adanya kekurangan-kekurangan tersebut, maka perlu adanya
perbaikan-perbaikan dalam
KBM untuk siklus II. Perbaikan tersebut yaitu dengan cara lebih rinci lagi
dalam menjelaskan dan lebih memotivasi peserta
didik dengan cara menginformasikan manfaat yang di dapat jika kita
memahami dan menguasai materi Thyristor. Selain itu guru harus
lebih mengondisikan peserta
didik, sehingga semua peserta didik benar-benar terlibat dalam KBM.
3. Deskripsi Siklus II
a. Hasil Keaktifan Siswa Sepanjang
Siklus II
Hasil terkait keaktifan siswa peneliti gambarkan
melalui grafik sebagaimana berikut:
Grafik
2
Hasil
Aktivitas Belajar Siklus II
Data mengenai aktifitas peserta
didik pada siklus II menunjukkan bahwa hampir seluruh
(80,55%) peserta didik termotivasi dalam mengikuti KBM
dan hanya sebagian kecil (19,44%) peserta didik cukup termotivasi mengikuti
KBM.
b. Hasil Belajar Siswa Sepanjang
Siklus II
Jika digambarkan dalam bentuk tabel, berikut adalah
hasil belajar siswa klas XI EB selama siklus II:
Tabel
3
Hasil
Belajar Siklus II
Kriteria |
Nilai
KKM 75 |
KKM
Mata Pelajaran Penerapan Rangkaian Elektronika |
|
Jumlah |
% |
||
Jumlah Siswa dengan Nilai ≥ 75 |
36 |
100% |
Nilai
Kriteria Ketuntasan Minimum Mata Pelajaran Penerapan Rangkaian Elekstronika
Sebesar 75 |
Jumlah Siswa dengan Nilai < 75 |
0 |
0% |
|
Nilai Tertinggi |
100 |
||
Nilai Terendah |
75 |
||
Nilai Rata-rata |
82 |
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa rata-rata nilai peserta
didik 82 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 75. Peserta didik yang hasil belajarnya di atas KKM
ada 36 orang atau 100% dari nilai KKM yang ditetapkan yaitu 75. Hal ini
memberikan gambaran bahwa ada peningkatan hasil belajar peserta
didik dari siklus I ke
siklus II.
Dari data di atas didapat informasi bahwa seluruhnya
peserta didik menyukai pembelajaran yang baru diterapkan. Hal tersebut
dibuktikan dengan nilai rerata yang sampai di angka 82. Seluruh peserta didik
(36 orang) dalam materi Thyristor
sudah tuntas. Sedangkan aktivitas siswa dalam mengikuti materi ini hampir semua
peserta didik 80,55% atau 29 orang dari 36 peserta didik sangat baik mengikuti
pelajaran. Hanya 19,45% atau 7 peserta didik yang kadang-kadang aktif. Kemudian
aktivitas guru adalah 100% guru mampu memotivasi dan mengarahkan peserta didik
dalam materi ini. Hal ini dikarenakan peserta didik merasa tertarik dan
termotivasi dalam KBM yang menggunakan model pembelajaran type Creative
Problem Solving.
B. Pembahasan
1. Pelaksanaan Kegiatan
Sepanjang
kegiatan pembelajaran peneliti mendapati antusiasme yang cukup baik. Siswa
terlihat termotivasi untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Lebih dari itu,
siswa juga terkesan menikmati proses pembelajaran dengan model creative problem solving. Akhirnya, pada
tahap lanjut, hal tersebut memberi peningkatan pada motivasi belajar para
peserta didik, yang kemudian hasil tersebut berpengaruh pada peningkatan hasil
belajar siswa XI EB SMK Negeri 2 Kota Bogor.
2. Aktivitas Belajar
Rekapitulasi aktivitas belajar sepanjang siklus
penulis gambarkan melalui tabel seperti berikut:
Tabel
4
Rekapitulasi
Aktivitas Belajar Siswa Sepanjang Siklus
Jumlah
Siswa |
Aktivitas
Belajar Selama 2 Siklus |
Refleksi
Kondisi Awal ke Kondisi Akhir |
|||||
Siklus
I |
Siklus
II |
||||||
Tinggi |
Sedang |
Rendah |
Tinggi |
Sedang |
Rendah |
||
36 |
56% |
22,22% |
22,22% |
80,55% |
19,44% |
0% |
Terjadi
Peningkatan |
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa aktivitas
belajar sepanjang siklus I dan II mengalami peningkatan. Siswa dengan aktivitas
belajar tinggi di siklus I hanya sekitar 56%, sedang siswa dengan kategori
tersebut di siklus II mencapai angka 80,5%. Hasil positif juga terjadi pada
kriteria belajar sedang dan rendah. Pada siklus I, siswa dengan aktivitas
belajar sedang berjumlah 22,22% sedang pada siklus II mengalami penurunan
hingga hanya tersisa 19,44%. Adapun
hasil yang cukup signifikan terjadi pada kriteria aktivitas belajar rendah,
dimana pada siklus I, siswa dengan aktivitas belajar rendah berada di angka
22,22% dan menyusut menjadi 0% pada siklus II.
Rangakaian hasil positif sebagaimana dijelaskan di
atas merupakan pengaruh dari penerapan metode belajar creative problem solving. Atas penerapan positif di atas, peneliti
mendapat peningkatan aktivitas belajar dan antusiasme siswa, yang pada
pembelajaran sebelumnya, hal serupa tidak muncul.
c. Hasil Belajar
Untuk meninjak rekapitulasi hasil belajar sepanjang
seluruh siklus, berikut penulis cantumkan tabel rekapitulasi hasil belajar:
Tabel
5
Rekapitulasi
Hasil Belajar Sepanjang Seluruh Siklus
Aspek Nilai |
Prasiklus |
Siklus I |
Siklus II |
Refleksi
Kondisi Awal Ke Kondisi Akhir |
Nilai Tertinggi |
80 |
90 |
100 |
Terjadi peningkatan |
Nilai Terendah |
60 |
65 |
75 |
|
Nilai Rata-rata |
70 |
76,2 |
82 |
|
Nilai ≥ 77 |
9 |
27 |
100 |
|
25% |
75% |
100% |
||
Nilai < 77 |
27 |
9 |
0 |
|
75% |
25% |
0% |
||
Jumlah siswa |
36 |
36 |
45 |
Dari tabel di atas
peneliti mendapati peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada
masing-masing siklus. Tidak hanya itu, peningkatan sendiri tidak terjadi pada
satu aspek, melainkan pada seluruh aspek.
Pada pra siklus, nilai tertinggi siswa hanya berada
di angka 80, kemudian meningkat menjadi 90 di siklus I dan 100 di siklus II.
Nilai terendah pun mengalami peningkatan tiap siklus. Pada pra siklus nilai
terendah berada di angka 60, kemudian meningkat menjadi 65 di siklus I dan 75
di siklus II. Hal serupa juga terjadi pada nilai rerata kelas. Pada pra siklus,
nilau tersebut hanya ada di angka 70, kemudian meningkat menjadi 76,2 di siklus
I dan meningkat menjadi 82 di siklus II. Peningatan-peningkatan yang
terjadi—sebagaimana di atas—merupakan hasil positif yang dituai pada penerapan
model pembelajaran creative problem
solving.
Dari hasil positif di atas, hasil yang paling
mencolok terjadi pada jumlah siswa yang bernilaikan di atas, sama dengan
dan/atau kurang dari KKM. Pada pra siklus, siswa dengan nilai di atas dan/atau
sama dengan nilai KKM hanya berjumlah 9 siswa, atau sama dengan 25% dari total
36 siswa yang menjadi responden. Dengan kata lain, sebanyak 27 siswa memiliki
nilai di bawah 75, yang artinya, sebanyak 75% siswa berada di bawah nilai KKM. Kemudian,
setelah penerapan model pembelajaran creative
problem solving, kondisi tersebut kemudian berubah, bahkan berbalik.
Sebanyak 27 siswa memiliki nilai sama dengan dan/atau lebih dari 75, sedang 9
lainnya memiliki nilai di bawah 75 di siklus I. Sedangkan pada siklus II, tidak
ada lagi siswa kelas XI EB yang bernilaikan di bawah 75. Dengan kata lain, pada
siklus II, seluruh siswa—atau 100% dari keseluruhan siswa—memiliki nilai di
atas dan/atau sama dengan 75 atau kriteria metuntasan minimum.
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan di atas,
peneliti pun menemui beberapa kesimpulan yang kemudian akan dipaparkan dalam
uraian berikut ini:
BIBLIOGRAFI
Dwiyogo,
Wasis. 1999. Kapabilitas Pemecahan
Masalah Sebagai Hasil Belajar Kognitif Tingkat Tinggi. Malang: Jurnal
Teknologi Pembelajaran.
Huda.
M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kusuma,
Wijaya. 2009. Mengenai Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mulyatiningsih,
Endang. 2011. Evaluasi Proses Suatu
Program. Jakarta: Bumi Aksara
Padmono.
2010. Kelebihan, Kekurangan, Manfaat dan
Penerapan PTK Seri PTK 15. [online]. Tersedia http://kompasiana.com/post/edukasi/2010/10/09/kelebihan-kekurangan-manfaat-dan-penerapan-ptk-seri-ptk-15/.
[9 November 2017)
Shoimin,
Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran
Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Suryobroto.
2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah.
Jakarta: Rineka Cipta
Suyitno,
dkk. 2000. Dasar-dasar dan Proses
Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES.