Action
Research Literate
– ISSN : 2613-9898
Vol. 1, No 1 Desember 2017
PENERAPAN METODE DEMONSTRATIF
EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PROSES
PEMBELAJARAN SENI RUPA TERAPAN
Tusliawati
SMK Negeri 2
Cirebon
Email: tusliawati.sman2@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh yang dapat
ditimbulkan model pembelajaran demonstratif eksperimen terhadap peningkatan
kreativitas siswa kelas X.5 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2015/2016.
Populasi yang terlibat dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X.5 yang
berjumlah 30 siswa. Sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah seluruh
populasi penelitian yang berjumlah 30 siswa. Hasil dari penelitian ini
menyebutkan bahwa model pembelajaran demonstratif eksperimen secara baik mampu
memberi pengaruh terhadap kreativitas siswa kelas X.5 SMA Negeri 2 Cirebon
tahun pelajaran 2015/2016 pada mata pelajaran Seni Rupa Terapan. Sebanyak 80%
siswa menjadi proaktif pada proses pembelajaran setelah menerapkan model
pembelajaran ini. Di sisi lain, 80% siswa juga telah mampu menjawab pertanyaan
dengan baik dan tepat sepanjang fase presentasi. Adapun rerata penilaian
kognitif yang diperoleh siswa berada di angka 71,3 di siklus I dan 79,9 di
siklus II.
Kata Kunci: Demonstratif Eksperimen, Kreativitas Siswa
Pendahuluan
Pendidikan
Seni di sekolah adalah salah satu mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk
kepribadian siswa yang mandiri, kreatif dan memiliki gagasan-gagasan yang
inovatif sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki
siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut,
pelaksanaan pembelajaran seni perlu memeperhatikan model-model inovasi
pembelajaran yang memacu siswa menjadi lebih
mandiri, kreatif di dalam proses pembelajaran, dimana guru sebagai fasilitator
yang membimbing dan mengarahkan siswa dalam belajar.
Di
sisi yang berbeda, model inovasi pembelajaran juga mengarahkan siswa agar mampu
menyerap materi belajar dengan lebih baik. Sehingga, melalui penyerapan
sebagaiman yang telah disebutkan di atas, siswa kemudian diharapkan mampu
menambah penilaian hasil belajarnya.
Secara keseluruhan pembelajaran seni
rupa menjadikan peserta didik mempunyai dasar pengetahuan seni rupa yang lebih
berkembang untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan
sosial, budaya, ilmu pengetahuan teknologi dan informasi. Namun, di samping
fungsi tersebut, pembelajaran seni rupa juga menstimulus siswa agar lebih mampu
berkembang dari segi inovasi dan kreasi.
Pada
perkembangannya, pendidikan seni merupakan satu dari sekian mata pelajaran yang
paling disukai peserta didik. Di samping menstimulus mereka untuk berkreasi,
mata pelajaran ini juga memungkinkan
peserta didik untuk menjadi diri mereka sendiri. Berkarya dengan apa yang
diinginkan dan menghasilkan karya dengan rasa dan karsa yang dimiliki.
Akan
tetapi, berkebalikan dengan kondisi di atas, banyak pendidikan seni di sekolah
yang tidak optimal. Dari pengamatan peneliti, tidak sedikit pendidik yang pasif
dan enggan berinovasi membuat dan/atau model pembelajaran baru yang lebih
mengajak siswa untuk proaktif dalam proses pembelajaran. Pada kondisi
selanjutnya, hal tersebut kemudian berdampak pada prestasi belajar peserta
didik yang stagnan, bahkan beberapa menurun dari pencapaian yang telah lalu.
Model
pembelajaran sendiri memang menjadi masalah untuk tidak sedikit mata pelajaran.
Tidak hanya pendidikan seni, mata pelajaran lain seperti Matematika, Fisika,
Kimia hingga Bahasa Indonesia juga memiliki permasalahan yang sama. Dari banyak
kasus yang pernah ditemui, peneliti
mendapati banyak pendidikan seni yang mengandalkan model pembelajaran
konvensional berbentu ceramah. Pada kondisi tertentu, model pembelajaran
tersebut memang baik untuk mengajarkan sikap menyimak pada peserta didik. Namun
pada kondisi yang berlawanan, apabila diterapkan secara berkelanjutan, pembelajaran
tersebut akan berdampak pada menurunnya tingkat keaktifan peserta didik.
Metode
demonstrasi dan eksperimen adalah dua diantara banyak model pembelajaran
modern. Model pembelajaran ini memungkinkan peserta didik untuk proaktif dalam
proses pembelajaran. Lebih dari itu, metode pembelajaran ini juga memungkinkan
peserta didik untuk menciptakan produk belajar yang lebih variatif.
Secara
umum metode demonstrasi adalah jenis pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik untuk menyimak dan menyaksikan langsung produk belajar yang disajikan
pendidik (Mulyani dan Johar: 2001). Selanjutnya, Mulyani dan Johar juga menambahkan bahwa, terdapat tiga tujuan
umum dari metode demonstrasi. Ketiganya adalah mengajarkan proses dan prosedur
tertentu pada peserta didik, mengkonkritkan informasi pada peserta didik, dan
mengembangkan keterampilan mengamati. Sementara itu, Soekarno, dkk ( 1981)
menambahkan bahwa, dalam menerapkan metode belajar tersebut, pendidik
seyogyanya memperhatikan beberapa hal tertentu, seperti; 1) mencoba metode
tersebut terlebih dahulu, 2) menentukan tujuan sebelum proses pembelajaran
berlangsung, 3) memastikan demonstrasi dapat disimak oleh seluruh peserta didik
di kelas, 4) menggunakan alat yang sederhana, serta 5) pelaksanaan yang sesuai
dengan tujuan awal. Berbeda dengan metode demonstrasi, metode eksperimen
diartikan sebagai ajang pembuktian dalam suatu proses pembelajaran. Fathurahman
(2008) menjelaskan bahwa, metode ini
memungkinkan peserta didik untuk membuktikan secara langsung teori dan konsep yang
telah dipelajari.
Secara
umum, baik metode demonstrasi maupun eksperimen, keduanya saling terkait satu
dengan yang lain. Lebih dari itu, keduanya juga memiliki peran masing-masing
apabila digunakan pada proses pembelajaran. Melalui kedua metode ini, siswa diharapkan dapat lebih
menyerap materi melalui metode demonstrasi, kemudian memperdalam dan menguasai
materi tersebut melalui pembuktian pada metode eksperimen.
Kelas
X.5 SMA Negeri 2 Cirebon adalah satu dari sekian kelas yang memiliki hasil
belajar yang cukup baik untuk beberapa
mata pelajaran. Akan tetapi, khusus untuk mata pelajaran seni terapan, kelas
tersebut cenderung kurang maksimal. Hal tersebut terlihat dari observasi dan
penilaian sebelum penelitian. Selanjutnya, peneliti juga mendapati kreatifitas pendidik juga terkesan
kurang maksimal dan berdampak pada hasil belajar siswa pada pendidikan seni
terapan di kelas.
Selanjutnya,
melalui latar belakang tersebut, peneliti kemudian terdorong melakukan
penelitian yang berkenaan dengan hal yang telah dijelaskan di atas tersebut dan
memilih judul penelitian berikut; “Penerapan Metode Demonstratif Eksperimen
untuk Meningkatkan Kreatifitas Siswa dalam Proses Pembelajaran Seni Rupa
Terapan.”
Metodologi
Penelitian
Secara
keseluruhan penelitian ini bermetodekan penelitian tindakan kelas. Arikunto
(2005) menjelaskan bahwa penelitian ini merupakan penelitian dengan bentuk yang
paling sederhana. Lebih jauh lagi, Arikunto juga menerangkan bahwa penelitian
dengan metode tindakan kelas cenderung berorientasi pada proses tanpa
menafikkan hasil penelitian itu sendiri. Suhardjono (2005) dalam bukunya juga
menegaskan hal yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, penelitian tindakan kelas
lebih mengarah pada proses yang harus dijalani. Di samping itu, Suhardjono juga
mengatakan bahwa, setiap proses dari penelitian ini saling berkaitan satu
dengan yang lain.
Sedikit
berbeda dengan apa yang disampaikan di
atas, Suparno (2008) menegaskan bahwa metode penelitian kelas lebih mengarah
pada tindakan pendidik untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang kurang
maksimal. Selanjutnya, Suparno juga menerangkan bahwa model ini cenderung
menitikberatkan penelitian setiap proses yang harus dijalani, yang dimana,
masing-masing proses tersebut tidak lain memiliki tujuan untuk memperbaiki
dan/atau meningkatkan kualitas pendidikan yang kurang maksimal. Selaras dengan
Suparno, Kemmis dan Taggart (1988) juga menerangkan bahwa metode penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian yang melihat proses. Proses yang dimaksud
disini adalah proses yang menitikberatkan pada peningkatan kualitas belajar,
bukan hanya sekedar proses yang dianggap sebagai angin lalu.
Subjek
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X.5 SMA Negeri 2
Cirebon tahun pelajaran 2015/2016. Jumlah subjek yang terlibat dalam penelitian
ini berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 18 sisanya
siswa perempuan. Sedangkan objek dalam penelitian ini sendiri adalah
kreatifitas belajar dari siswa kelas X.5 SMA Negeri 2 Cirebon itu sendiri.
Populasi
yang terlibat adalah seluruh subjek penelitian yang berjumlah 30 siswa.
Peneliti menggunakan seluruh subjek penelitian sebagai populasi adalah karena
ketigapuluh siswa tersebut merupakan siswa yang akan mendapat pembelajaran, dan
sudah seharusnya siswa-siswa tersebut dilibatkan dalam proses pembelajaran.
Selaras
dengan populasi, jumlah sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas X.5 SMA Negeri 2 Cirebon tahun pelajaran 2015/2016.
Peneliti menggunakan sampel tersebut adalah karena merujuk pada pengambilan
sampel yang peneliti gunakan. Sementara itu, teknik pengambilan sampel yang
peneliti gunakan sendiri adalah total
sampling, sebuah teknik pengambilan sampel yang menggunakan seluruh
populasi penelitian.
Teknik
pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan
penilaian karya. Keduanya merupakan teknik pengambilan data yang umum digunakan
dalam suatu penelitian tindakan kelas. Adapun terkait dengan instrumen
penelitian, secara umum, peneliti
menggunakan lembar observasi dan penilaian sebagai instrumen penelitian di
samping instrumen pembelajaran.
Data
dalam penelitian akan dianalisis secara kualitatif. Data-data yang telah
terkumpul akan dianalisis melalui metode deskriptif analisis. Melalui metode
tersebut, peneliti akan memberi gambaran tersendiri terhadap hasil penelitian.
Dan melalui penggambaran tersebut, peneliti selanjutnya akan mencetuskan suatu kesimpulan dari
penelitian ini.
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Siklus I
Proses pembelajaran yang
berlangsung sepanjang siklus I cenderung kurang efektif. Hal tersebut terjadi
karena tidak adanya pemahaman yang mendalam pada siswa terkait model
pembelajaran baru. Dari hasil pengamatan observer, dikatakan bahwa beberapa
siswa cenderung bingung dan tidak mengerti dengan pola pembelajaran yang baru
ditemui. Sementara itu, sebagian lain berusaha menjalankan pembelajaran
walaupun belum maksimal memahami pola pembelajaran yang baru digunakan.
Pendidik sendiri memberi pengajaran
model demonstratif eksperimen. Dari pengamatan observer, pendidik terkesan
masih canggung menggunakan model pembelajaran demonstratif eksperimen. Akan
tetapi, terlepas dari hal tersebut, peneliti mendapati usaha yang cukup baik
yang diterapkan pendidik dalam memberi pengarahan dan pengajaran pada siswa.
Pada awal pembelajaran, peneliti
memberi pemahaman pada peserta didik. Agar kemudian, peserta didik diharapkan
dapat paham tentang pola pembelajaran yang akan diterapkan. Pada tahap
berikutnya pendidik melanjutkan proses pembelajaran dengan menyampaikan materi
dan pengajaran sesuai dengan rancangan pelaksanaan pembelajaran dan silabus
yang telah dibuat.
Untuk melihat hasil pembelajaran
dan/atau tolak ukur kreatifitas siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
Capaian
Hasil Belajar Siklus I
No |
Kriteria |
Skor |
1 |
Nilai Rerata |
73 |
2 |
Nilai Terendah |
60 |
3 |
Nilai Tertinggi |
79 |
4 |
Jumlah Siswa yang Kurang Memenuhi KKM |
9 |
5 |
Jumlah Siswa yang Telah Memenuhi KKM |
21 |
Dari raihan di atas dapat terlihat
bahwa hasil belajar siswa kelas X.5 SMA Negeri 2 Cirebon masih cenderung kurang
maksimal. Hal tersebut tercermin dari banyaknya siswa yang belum memenuhi KKM
ata Kriteria Ketuntasan Minimum. Di sisi lain, rerata hasil belajar siswa di
siklus I juga masih berada di angka 73. Skor tersebut tentu berada di bawah KKM
SMA Negeri 2 Cirebon yang mencapai angka 75 kala itu.
Senasib dengan hal tersebut,
peneliti juga mendapati kuantitas kelulusan siswa juga cenderung rendah. Siswa
yang memenuhi KKM hanya 9 orang dari 30 siswa. Capaian tersebut sama dengan 30%
dari seluruh siswa kelas X.5. Setali tiga uang, capaian nilai tertinggi dan
terendah di kelas X.5 untuk mata pelajaran Pendidikan Seni juga masih terlampau
minor. Nilai terendah untuk mata pelajaran Pendidikan Seni Terapan di kelas X.5
hanya mampu berada di angka 60. Sedangkan untuk nilai tertinggi kelas X.5 hanya
dapat mencapai angka 79.
Untuk tingkat keaktifan dan
kreativitas sendiri, menurut hasil pengamatan observer, kelas X.5 sejatinya
cenderung baik. Hanya saja, pada proses perkembangannya, keaktifan dan
kreativitas siswa terkesan naik turun dan tidak stabil. Sehingga, dapat
dikatakan bahwa rerata keaktifan dan kreativitas belajar X.5 untuk mata
pelajaran Pendidikan Seni Terapan masih terkesan kurang baik. Butuh penanganan
lebih untuk hal tersebut agar keaktifan dan kreativitas siswa dapat lebih
berkembang melalui model pembelajaran demonstratif eksperimen.
2. Deskriptis Siklus II
Secara umum siklus II merupakan
tindak lanjut dari diterapkannya model pembelajaran demonstratif eksperimen di
siklus I. Di siklus I sendiri observer mendapati banyak siswa yang belum paham
akan pola pembelajaran demonstratif eksperimen. Kondisi tersebut membuahkan
ketidakpahaman dan penurunan kreativitas dan keaktifan siswa kelas X.5 SMA
Negeri 2 Cirebon.
Untuk mengantisipasi hal tersebut,
sebelum menerapkan pembelajaran, peneliti terlebih dahulu mengevaluasi proses
yang telah terjadi di siklus I. Diantara evaluasi tersebut, peneliti juga menambahkan
beberapa pemahaman terkait pola pembelajaran demonstratif eksperimen pada
siswa. Selanjutnya, setelah memberi pemahaman sebagaimana yang telah
disebutkan, peneliti kemudian menanyakan pada siswa terkait apa yang telah
disampaikan. Hal tersebut dilakukan semata-mata untuk memastikan apakah materi
yang telah disampaikan benar-benar masuk dan dicerna atau tidak. Setelah proses
tersebut, dan dapat dipastikan siswa kelas X.5 benar-benar paham tentang pola
pembelajaran yang akan digunakan, peneliti kemudian melanjutkan pembelajaran
dengan berdasar pada Silabus dan RPP.
Dari hasil pengamatan observer
dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan di kelas X.5 lebih
hidup. Siswa terlihat proaktif dalam proses pembelajaran. Antusiasme peserta didik
terpancar dari rasa penasaran yang tercermin dari banyaknya pertanyaan yang
terlontar sepanjang pembelajaran. Di sisi yang berbeda, pendidik juga memberi
pembelajaran dengan lebih memperhatikan penyampaian, khususnya artikulasi dan
cepat-lambat penyampaian materi itu sendiri. Pada fase ini, observer mendapati
pendidik benar-benar memperhatikan apa yang disampaikan. Pendidik juga amat
memperhatikan setiap kata dan penjelasan
yang diucapkan.
Dari hasil yang telah disampaikan
di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan di kelas X.5 SMA
Negeri 2 Cirebon berjalan dengan sangat baik. Sangat sedikit peserta didik yang
diam dan pasif. Baik pendidik maupun peserta didik memiliki antusias yang
sangat baik. Kedua elemen pembelajaran ini benar-benar menjalankan peran dengan
sangat baik. Pendidik memberi pengajaran dengan sangat memperhatikan materi
yang diajarkan, sedangkan peserta didik menjalankan pembelajaran dengan
benar-benar proaktif dan antuasis.
Jika dikalkulasi, dari seluruh
siswa yang hadir, 80% diantaranya aktif dalam proses pembelajaran. 80% siswa
tersebut mampu menjawab setiap pertanyaan dengan baik dan tepat. Kondisi ini
tentu mengamini indikator kinerja yang mengharuskan 75% siswa aktif dan mampu
menjawab setiap pertanyaan saat fase presentasi.
Hasil dari proses pembelajaran
siklus II kemudian dapat dilihat pada tabel yang ada di bawah berikut:
Tabel
2
Capaian
Hasil Belajar Siklus II
No |
Kriteria |
Skor |
1 |
Nilai Rerata |
79,9 |
2 |
Nilai Terendah |
75 |
3 |
Nilai Tertinggi |
85 |
4 |
Jumlah Siswa yang Kurang Memenuhi KKM |
0 |
5 |
Jumlah Siswa yang Telah Memenuhi KKM |
30 |
Dari data di atas, penulis dapat
memberi kesimpulan bahwa hasil belajar yang dicapai di siklus II benar-benar
telah sesuai harapan. Hal tersebut tercermin dari meningkatkan rerata hasil
belajar siswa, yang pada siklus I berada di angka 71,3, meningkatkan di angka
79,9 di siklus II.
Tidak hanya rerata hasil belajar.
Penulis juga mendapati perkembangan yang signifikan pada nilai tertinggi dan
terendah. Jika pada siklus I nilai tertinggi berada di angka 79, maka pada
siklus II ini nilai tertinggi berada di angka 85. Sedangkan untuk nilai
terendah, jika pada siklus I berada di angka 60, pada siklus II ini nilai
terendah telah memenuhi KKM, yakni 75. Dengan kata lain, melalui pencapaian
tersebut, penulis dapat ber-statement bahwa,
hasil belajar siklus II ini benar-benar memenuhi harapan peneliti dan indikator
kinerja.
B. Pembahasan
Model pembelajaran demonstratif
eksperimen adalah model pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk dapat lebih
proaktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Melalui pembelajaran ini, siswa
akan diarahkan untuk dapat meningkatkan kemampuan menyimak dan kreativitas agar
lebih baik.
Hasil dari penelitian ini
membuktikan bahwa, proses pembelajaran demonstratif eksperimen secara baik
mampu memberi peningkatan pada kreativitas siswa kelasn X.5 SMA Negeri 2
Cirebon tahun pelajaran 2015/2016. Kendati
di awal siswa terkesan kesulitan dan belum terbiasa dengan model pembelajaran
demonstratif eksperimen, namun pada penerapan berikutnya, yakni siklus II,
siswa terlihat begitu antusias dan mampu melaksanakan kegiatan belajar dengan
lebih baik.
Selaras dengan respon baik yang
ditunjukan siswa, pendidik juga melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Pada
siklus I, pendidik terkesan sulit membiasakan diri dengan model pembelajaran
demonstratif eksperimen. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, serta pendalaman
yang tidak dapat dibilang mudah, pendidik mampu memberi pengajaran yang sangat
baik dengan metode demonstratif eksperimen. Lebih dari itu, pendidik juga mampu
menyampaikan pola pembelajaran dengan sangat baik dan berdampak pada pemahaman
siswa akan model pembelajaran ini.
Peningkatan yang terjadi dari
siklus I ke siklus II juga terkesan sangat signifikan. Pada nilai rerata hasil
belajar, siklus I diwakili oleh angka 71,3. Sedangkan pada siklus II, angka
tersebut meningkat menjadi 79,9. Peningkatan juga terjadi pada nilai terkecil
dan terbesar. Pada nilai terkecil siklus I, kelas X.5 hanya mencapai angka 60,
dan meningkat menjadi 75 di siklus II. Nilai tertinggi di siklus I berada di
angka 79, dan kemudian meningkat menjadi 85 di siklus II.
Secara keseluruhan hasil pencapaian
di siklus II berada pada taraf yang sangat baik. Peningkatan-peningkatan yang
terjadi sepanjang siklus II membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran
demonstratif eksperimen sangat berdampak baik apabila diterapkan dan/atau diaplikasikan
dengan baik pula.
Kesimpulan
Dari hasil dan
pembahasan di atas, penulis mendapat beberapa kesimpulan sebagaimana berikut:
1.
Model pembelajaran Demonstratif
Eksperimen dapat berdampak baik pada peningkatan kreativitas siswa;
2.
Melalui model pembelajaran Demonstratif
Eksperimen sebanyak 80% siswa menjadi proaktif dalam proses pembelajaran;
3.
Melalui model pembelajaran Demonstratif
Eksperimen sebanyak 80% siswa mampu menjawab setiap pertanyaan dengan sangat
antusias pada fase presentasi;
4.
Melalui model pembelajaran Demonstratif
Eksperimen penelitian ini telah mencapai indikator kinerja;
5.
Melalui model pembelajaran Demonstratif
Eksperimen penilaian kognitif siswa kelas X.5 SMA Negeri 2 Cirebon berada di
atas 75;
BIBLIOGRAFI
Arikunto,
Suharsimi dan Suhardjono. 2005. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto,
Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Fatturahman.
2008. Metode Demonstratif dan Eksperimen.
Tersedia Online di http://udhiexz.wordpress.com/2008/08/08/metode-
demonstrasi-dan-eksperimen/. disudur 5 Juli 2015.
Kemmis,
S dan R. McTaggart. 1988. The Action
Research Planner. Victoria: Deakin University.
Soekarno,
dkk. 1981. Dasar-Dasar Pendidikan Sains. Jakarta:
Bhratara Karya Aksara.
Sumantri,
Mulyani & Johar Permana. 2001. Strategi
Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.
Suparno,
Paul. 2008. Riset Tindakan untuk
Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo.