KEMATIAN SEBAGAI INSTRUMEN KEKUASAAN DALAM NOVEL MY SISTER’S KEEPER KARYA JODI PICOULT Tomi Arianto, S.S., M.A. Universitas Putera Batam Email: tomy2088.ta@gmail.com ABSTRACT My Sister’s Keeper by Jodi Picoult is a novel which explores the phenomenon of American modern society in facing the death. The problem issue was the advancing attitude of American modern society toward the position of death as a threat which is also being denied, consequently labeled as Forbidden Death. Picoult explored the issue of Accute Promieleokosit Leucemia (APL) patient followed by the designed baby. There is a production of discourse and the utilization of the power behind the forbidden death discourse. This research uses the genealogical approach and discursive formations to find mechanisms of power in the novel. The result of the study depicted that the Forbidden Death on the novel was considered as the formation of discursive practice. Then there is also the utilization of power behind the discourse of death. Lastly, power requires a complex strategy and mechanism to legitimize the power of them through; bio-power, normalization, resistance and negotiations. Key words: Forbidden death, Power, and Normalization A. Latar Belakang Kematian merupakan fenomena sosial empiris yang terjadi di dalam kehidupan. Seiring dengan waktu, pandangan masyarakat terhadap kematian semakin mengalami pergeseran. Philipe Aries dalam bukunya Western Attitudes Toward Death from the Middle Ages to the Present (1974) telah melakukan riset tersendiri terkait pergeseran pandangan masyarakat dari abad ke 12 hingga saat ini, termasuk karakteristik dan tindakan yang dilakukannya. Aries mengkategorikan pergeseran pandangan masyarakat modern saat ini sebagai Forbiden death dimana kematian dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan, berusaha disangkal, bahkan taboo untuk diperbincangkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian dianggap menakutkan dewasa ini. Penyakit mematikan merupakan salah satu hal yang paling menakutkan sebagai penyebab kematian. Maraknya isu-isu, artikel, dan tulisan mengenai HIV/AIDs, TBC, Leukemia malah menjadikan masyarakat modern terus dihantui bayangan kematian. Kemudian kemajuan teknologi medis, ilmu pengetahuan, dan riset mengambil peran sebagai obat penawar bagi ancaman kematian. Peranan rumah sakit, dokter, psikiater, ilmu pengetahuan dan teknologi medis menjadi dominatif di abad ini. Di sisi lain, kepercayaan tinggi masyarakat terhadap lembaga medis disertai dengan bingkai scientifik-nya membuat masyarakat mendewakan dan menjadikan masyarakat semakin jauh dengan pembicaraan kematian. Dengan kata lain, kematian di satu sisi menjadi hal yang semakin ditakuti. Fenomena sosial empiris mengenai kematian yang diuraikan di atas, mempunyai keterkaitan cukup erat dengan tema-tema kematian dalam karya sastra. Sebagai bahasa, karya sastra sebenarnya dapat dibawa dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu pada lingkungan sosial di mana tempat dan waktu bahasa yang digunakan karya sastra itu hidup dan berlaku. Menurut Faruk (2013:46) apabila bahasa dipahami sebagai sebuah tata simbolik yang bersifat sosial dan kolektif, maka karya sastra yang menggunakan bahasa itu berbagi tata simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik dan pengguna bahasa itu sendiri. Untuk mempertalikan sastra dengan dunia sosial yang nyata bukan tidak terdapat sama sekali. Mengutip Swingswood dalam Faruk (2013:47) menyebutkan bahwa upaya untuk melacak keterkaitan tersebut sudah dilakukan hingga demikian jauh ke belakang, terutama ke teori mimesis dari Plato. Menurut Plato, dunia dalam karya sastra merupakan tiruan terhadap dunia kenyataan yang sebenarnya juga merupakan tiruan dari dunia ide. Dengan demikian, apabila dunia dalam sastra membentuk diri sebagai sebuah dunia sosial, maka sesungguhnya dunia tersebut merupakan tiruan terhadap dunia sosial yang ada dalam kenyataan sebagaimana yang dipelajari dalam sosiologi (Faruk, 2013:47). Salah satu novel yang mengangkat tema kematian dengan setting abad ke-21 di Amerika adalah My Sister’s Keeper (MSK) karya Jodi Picoult. MSK merupakan novel karya Picoult yang dipublikasikan pada tahun 2005. Picoult menampilkan isu penyakit mematikan Accute Promieleokosit Leucemia (APL) yang diidap oleh tokoh Kate. Picoult juga menggandengkan dengan isu genetic engineering1 sebagai metafor dari kemajuan teknologi untuk menjawab keresahan masyarakat karena kematian. Dalam novel tersebut penulis mengidenfikasikan terdapat dominasi peran rumah sakit dan ketergantungan pasien terhadap tindakan medis, pendisiplinan tubuh pasien, serta eksploitasi tubuh terhadap manusia hasil rekayasa embryo untuk menyelamatkan tokoh lain dari ancaman kematian. 1 Genetic engineering atau modifikasi sel manusia merupakan perubahan gen sejak kecil dan untuk generasi masa depan- dengan kata lain, menciptakan modifikasi manusia secara genetis.] Sumber: Sharon Begley. 2015. About Human Germline Gene Editing by Center for Genetics and Society. Dalam http://www.geneticsandsociety.org/article.php?id=8711. Diakses 20 Februari 2016. Dari permasalahan yang terdapat dalam novel tersebut, penulis mengidentifikasikan ketakutan masyarakat terhadap kematian bukan hadir secara natural begitu saja melainkan terdapat produksi wacana yang menjadikan ketakutan tersebut sebagai wacana dominan di abad ini. Penelusuran tersebut bisa dikaji lebih dalam dengan pendekatan genealogi Foucault. Kemudian menariknya dalam hubungan kekuasaan dan mekanisme yang bekerja. Oleh karena itu muncul dua pertanyaan penelitian dalam tulisan ini: 1. Bagaimana pandangan kematian dalam novel My sister’s keeper dilihat dengan pendekatan Foucault? 2. Bagaimana kematian digunakan sebagai instrumen kekuasan dalam novel tersebut? Konsep pemikiran Foucault beranjak dari hasil pembacaannya terhadap karya Nietzche, on Genealogy of Mortality. Menurut Foucault, genealogi justru menjaga jarak yang berseberangan dengan perspektif sejarah konvensional dalam hal pencarian asal-usul suatu kejadian atau peristiwa. Sebagaimana dalam pernyataanya: Genealogy does not oppose itself to history as the loftly and profound gaze of the philosopher might compare to the mole like perspective of the scholar; on the contrary, it rejects the metahistorical deployment of ideal significations and indefinite teleologies. It opposes itself to the search for “origin” (Foucault, 1977:140) Genealogi tidak bermaksud untuk kembali ke masa lampau dalam pelacakan suatu sejarah, lebih-lebih tidak ditujukan untuk memulihkan sebuah kontinuitas yang tidak terputus. Prinsip kerja genealogi justru berusaha mengolah dan mengidentifikasi setiap detail serta kecelakaan yang muncul di setiap permulaan suatu kejadian atau peristiwa. Pusat perhatian geneologi adalah hubungan timbal balik antara sistem kebenaran yang diproduksi oleh wacana dan mekanisme kuasa yang di dalamnya terdapat rezim politis yang memproduksi kebenaran. Kekuasaan dalam pandangan Foucault berbeda dengan konsep pemikiran kekuasaan lainnya. Kekuasaan bukan sesuatu yang dimiliki atau dipegang seseorang melainkan sebuah kemampuan seseorang lewat strategi kompleks dalam suatu masyarakat dengan perlengkapan, manuver, teknik dan mekanisme tertentu. Kekuasaan bukan hak dominan melainkan keseluruhan posisi strategisnya, akibatnya menunjukkan posisi yang mendominasi (Foucault, 2008:122). Kekuasaan merupakan dampak langsung dari pembagian, ketaksederajatan, dan ketimpangan. Kekuasaan mempunyai strategi dan teknik untuk mempertahankan diri salah satunya dengan menjaga hubungan tidak merata, diskriminasi dan ketidaksamaan tersebut (Foucault, 2008:121). Kekuasaan tidak dapat dilokalisir namun terdapat dimana-mana. Kekuasaan tidak bersifat represif dan penindasan tetapi melalui normalisasi dan regulasi (Foucault, 2008: 122). Kekuasaan membutuhkan mekanisme dan teknik untuk mempertahankan dirinya diantaranya dengan bio-power dan normalisasi. Bio-power merupakan konsep yang digunakan oleh Foucault untuk mengkritik cara masyarakat modern mengontrol dan mendisiplinkan individu maupun masyarakat dengan mendukung klaim dan praktik pengetahuan ilmu manusia; kedokteran, psikiatri, kriminologi. Dalam bukun Ingin tahu seksualitas (2008:174-175) bio-power bekerja dalam dua bentuk bentuk pokok. Pertama, prosedur kekuasan yang merupakan ciri khas berbagai disiplin: politik anatomis tentang tubuh manusia. Kedua, proses pengawasan dengan sederet campur tangan dan pengendalian: suatu bio-politik tentang populasi. Dalam buku Dicipline and Punishment, Foucault mengatakan bahwa “kekuasaan yang menormalisir” tidak hanya ada di dalam penjara, tetapi juga beroperasi melalui mekanisme-mekanisme sosial yang dibangun untuk menjamin kesehatan, pengetahuan, dan kesejahteraan (Foucault, 1975:358). “Focault saw that normalization is as process that not only served to marked out the majority of “us” from the minority of “them” but which existed to the power relation of society. Through his work of normalization, Foucault came to the view that power and knowledge were mutually constitutive. He challenged the accepted view that knowledge is power, a view which show knowledge has a scarce of resource that conferred power on who possessed it. Incontrast, Foucault argued that “the exercise of power perpetually creates knowledge, and conversely, knowledge constantly induced effects of power. Knowledge was, then, both a creator of power, and a cration of power” (James. 2007: 9). Normalisasi merupakan terminologi yang cukup penting dalam konsep kekuasaan Foucault di mana mekanisme kekuasaan itu bekerja. Untuk menciptakan kekuasan maka kekuasaan menciptakan others dengan pengkategorian antara normal dan abnormal untuk merepitisi suatu kekuasaan. Kekuasaan bukan merupakan hubungan subjek yang searah, kekuasaan juga tidak dapat berdiri sendiri. Setiap affirmasi kekuasaan akan melahirkan resistensi yang berbentuk resistensi. Foucault dalam The History of Sexuality menyebutkan “Where there is power, there is resistance and yet, or rather consequently, this is never in position of exteriority in relation to power” (Foucault, 1978:95). Resistensi tersebut merupakan sisi lain dari hubungan-hubungan kekuasaan; terpatri di dalamnya dan tak tergoyahkan sebagai pelengkap dialektikanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Menurut Boglan dan Taylor metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1982: 3). Penelitian ini menggunakan kajian pustaka dengan cara menganalisis novel My Sister’s Keeper karya Jodi Picoult. Sebagai objek penelitian, karya tersebut kemudian dikaji dengan menggunakan analisis kekuasaan menurut pemikiran Michael Foucault. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah novel My Sister’s Keeper karya Jodi Picoult. Novel ini dipilih karena diduga menghadirkan bentuk-bentuk ketakutan dalam menghadapi kematian serta pengopreasian kematian sebagai instrumen kekuasaan. Adapun sumber data sekunder diperoleh dari referensi tertulis yaitu buku-buku, makalah, artikel, jurnal, laporan penelitian seperti tesis, skripsi, dan disertasi yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam menganalisis data, deskripsi teks dalam novel MSK sebagai sumber data primer dikumpulkan dengan melakukan pembacaan, kategorisasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan geneologis untuk menelusuri produksi wacana, hubungan kekuasaan, serta mekanisme kuasa dibalik pandangan kematian yang terdapat di dalamnya. Dalam kaitannya dengan analisis wacana menurut Foucault dalam Faruk (2012:250) ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan; Pertama, prinsip pembalikan, yakni untuk melihat adanya pemotongan dan penyaringan wacana. Kedua, prinsip diskontinuitas, yakni prinsip yang menyangkut kesediaan menempatkan aneka wacana. Ketiga, Prinsip spesifisitas yakni anggapan bahwa wacana merupakan sebuah tindakan kekerasan yang dilakukan manusia terhadap benda-benda dan disitulah peristiwa-peristiwa wacana menemukan prinsip regularitasnya. Keempat, prinsip ekterioritas, menyangkut perlu memperhatikan kondisi-kondisi eksternal yang memungkinkan wacana, pemunculannya, regularitasnya, apa yang membangkitkan peristiwa-peristiwa itu dan apa yang akan mengukuhkannya. Oleh karena itu untuk menganalisis genealogi tentang pandangan kematian serta mekanisme kekuasaan yang bekerja dibalik pandangan kematian di dalam novel MSK melalui beberapa langkah berikut: 1. Melihat wacana umum atau dominan mengenai pandangan kematian yang diproduksi yang selama ini dianggap benar dan keberadaannya seolah-olah tampak seperti given dan natural melalui tindakan dan sikap tokoh dalam novel. 2. Melihat adanya wacana-wacana lain yang termarginalkan atau submerged sebagai sesuatu yang diisolasi dan dianggap hilang. 3. Mencari hubungan timbal balik antara sistem kebenaran dan praktik kekuasaan berbentuk jaringan yang di dalamnya terdapat sistem politis yang memproduksi wacana kebenaran. 4. Mencari mekanisme-mekanisme kekuasaan berupa strategi-strategi yang digunakan untuk melegitimasi kekuasaan. A. Pembahasan Pada subab ini akan disajikan bagaimana bentuk pandangan kematian yang terdapat dalam novel My Sister’s Keeper dan bagaimana hubungannya dengan formasi wacana dengan meng- geneologi pandangan kematian tersebut. Selanjutnya akan dibahas mengenai bagaimana mekanisme kekuasaan yang bekerja serta teknik dan strateginya. 1. Bentuk pandangan kematian dan produksi wacana dalam novel My Sister’s Keepeer Bentuk pandangan kematian yang terdapat dalam novel lebih ditunjukkan dari sikap karakter dalam novel yang menjadikan kematian sebagai sesuatu yang ditakuti atau mengancam. Representasi ketakutan dalam novel terlihat dari sikap takut kehilangan orang yang dicintai, rumah sakit sebagai pelarian dari kematian, dan teknologi kloning yang menjadikan manusia sebagai subjek atas kematian. Representasi ketakutan terhadap kematian tersebut merupakan bentuk wacana dominan yang terdapat di dalam novel. Isu mengenai penyakit APL menjadi brand-topic yang diangkat oleh Picoult dalam novel My Sister’s Keeper. Hal ini sesuai dengan isu tentang wacana ancaman penyakit mematikan terhadap anak yang paling ditakuti di Amerika pada era 2000an. Berbicara tentang leukemia berarti berbicara tentang ancaman kematian. Hal ini terlihat saat pertama kali mendapat diagnosis bahwa hasil laboratorium menunjukkan Kate mengidap leukimia: In a person with leukemia, the childcare center doors are opened too early. Immature blood cells wind up circulating, unable to do their job. It’s not always odd to see Promyelocytes in a CBC, but when we checked Kate’s under microscope, we could see abnormalities,” she looks in turn at each of us. I’ll need to do a bone marrow aspiration to confirm this, but it seems that Kate has acute promyelocytic leukemia.” My tongue is pinned by the weight of the question that, a moment later, Bryan forces out of his own throat: “is she... is she going to die?” (Picoult, 2005:31) Kutipan di atas menunjukkan sebuah indikasi awal dokter mengenai penyakit APL Kate berdasarkan hasil tes darah. Hal yang menjadi perhatian dari kutipan di atas adalah terkait respon kedua orang tua Kate saat menerima diagnosis awal tersebut. Belum ada keputusan apapun yang diberikan oleh dokter mengenai ancaman yang akan dihadapi oleh Kate. Namun, visualisasi mengenai kematian telah lebih dulu menggerayangi pikiran kedua orang tuanya. Signifikansi kematian yang terdapat dalam kutipan ini menunjukan salah satu bentuk ketakutan atas kematian ditandai dengan ketakutan kehilangan orang yang dicintai. Ketakutan terhadap kematian juga terlihat dari rumah sakit sebagai bentuk pelarian dari kematian. Hal ini terlihat dari respon nirsadar yang dilakukan pihak keluarga ketika penyakit APL Kate kambuh. Tindakan pertama yang dilakukan oleh tokoh dalam novel dengan menghubungi pihak rumah sakit atau dokter spesialis APL. Hal ini terlihat dari kutipan I stand frozen in the doorway of my own room, waiting for instructions: “Call 911. Call Dr. Chance.” My mother goes so far as to shake a better explanation out of Kate (Picoult, 2005:11). Bentuk lain yang merepresentasikan bentuk ketakutan terhadap kematian ditunjukkan melalui tindakan menciptakan bayi klon untuk menghindari kematian. Setelah mendapat diagnosis dokter bahwa Kate, positif menderita penyakit kanker darah yang paling langka di dunia dan mengancam kehidupannya, orang tua Kate juga melakukan tindakan untuk melakukan penyangkalan terhadap kematian yaitu dengan teknologi genetic enginering. Semua bentuk pandangan kematian diatas bukan hadir begitu saja melainkan hasil dari produksi wacana yang melahirkan rezim kebenaran yang diakui dan diterima mentah-mentah oleh masyarakat. Dalam masyarakat biasanya terdapat wacana yang berbeda satu sama lain, namun kekuasaan lebih memilih dan mendukung wacana tertentu menjadi dominan. Sedangkan wacana-wacana lain menjadi terpinggirkan “marginalized” atau terpendam “submerged”. Ada dua konsekuensi dari wacana dominan. Pertama, wacana dominan memberikan arahan bagaimana suatu objek harus dibaca dan difahami. Pandangan yang lebih luas menjadi terhalang, karena ia memberikan pilihan yang tersedia dan siap dipakai. Kedua, struktur diskursif yang tercipta atas suatu objek tidaklah berarti kebenaran. Batas-batas tercipta tersebut bukan hanya membatasi pandangan, tetapi juga menyebabkan wacana lain yang tidak dominan menjadi terpinggirkan. Wacana terpinggirkan dalam konteks sikap berhadapan dengan kematian yaitu sikap pasrah dan menerima datangnya kematian tersebut. Sikap menerima kematian telah dipandang sebagai sesuatu yang unlogis, tidak masuk akal, dan abnormal. Disatu sisi, perkembangan sains dan teknologi menciptakan rezim kebenarannya sehingga terciptalah kekuasaan dimana masyarakat akan tunduk dan patuh dengan semua teknologi kesehatan yang dapat menjawab keresahan masyarakat terhadap ancaman kematian. Bagaimana mekanisme kekuasaan itu bekerja akan dibahas dalam sub bab berikutnya. 2. Mekanisme kekuasaan di balik pandangan kematian Dalam subbab ini akan disajikan hubungan kekuasaan yang memainkan perannya dibalik wacana kematian yang dianggap sebagai ancaman dan ketakutan di dalam novel MSK. Hubungan kekuasaan yang terjadi di antaranya antara institusi kesehatan dan pasien, orang tua dan anak, serta antara lembaga jaminan kesehatan dan individu. Selanjutnya 2.1.1. Hubungan kekuasaan antara profesional medis dan pasien 2.1.2. Hubungan kekuasaan antara orang tua dan anak ditelusuri mekanisme kontruksi kekuasaan di balik wacana kematian yang meliputi bio-power atas tubuh dan normalisasi. Kemudian ditemukan pula resistensi sebagai bentuk perlawanan atas kekuasaan dan negosiasi. Di balik wacana kematian tersebut ternyata melahirkan pemanfaatan kekuasaan. Praktik kekuasaan dilakukan oleh dokter terhadap pasien dengan menggunakan diagnosis diiringi dengan klaim, sebagaimana yang dilakukan terhadap Kate yang menderita penyakit Accute Promyelocytic Leukemia (APL). Dokter dalam hal ini berperan layaknya “tukang sihir” yang dapat mengatasi semua penyakit pasien bahkan bisa mengindarkan manusia dari kematian. Diagnosis dengan bingkai scientifik dan prosedur ilmiahnya menjadikan semua keputusan yang diberikan oleh dokter sebagai sebuah “kebenaran absolut”. Dalam novel MSK kekuasaan dipraktikan oleh profesional medis seperti dokter spesialis onkologi, dokter ahli genetis, dan dokter spesialis lain yang menangani pasien, Kate. Pada kasus ini, kekuasaan bukan dimiliki secara instan dan begitu saja pada dokter-dokter tersebut melainkan diproduksi dengan mekanisme dan strateginya tersendiri. Hal ini dapat diintepretasikan bahwa kekuasaan memang tidak dimiliki, tetapi sumber-sumber kekuasaan dapat dimiliki. Dengan demikian, pengetahuan, yang merupakan sumber kekuasaan digunakan untuk praktik kekuasaan. Pengetahuan itu sendiri dalam konsep Foucault merupakan cara bagaimana kekuasaan memaksakan diri kepada subyek tertentu tanpa memberi kesan bahwa ia datang dari subyek tertentu. Hal itu dikarenakan kriteria keilmiahannya seakan-akan mandiri terhadap subjek. Padahal klaim ini merupakan bagian dari kekuasaan (Haryatmoko, 2002:16). Dokter dengan riset ilmiahnya secara yakin memberikan otopsi terhadap Kate yang menderita APL dan memprediksi seberapa lama Kate akan bertahan hidup. Hal ini tercantum dalam narasi MSK berikut: Dr. Farquad: “APL is a very rare subgroup of myeloid leukemia. Only about twelve hundred people a year are diagnosed with it. The rate of survival for APL patients is twenty to thirty percent, if treatment stars immediately” (Picoult, 2005:32). Setelah melewati proses laboratorium serta pemeriksaan tubuh secara terperinci, dokter kemudian mendiagnosis bahwa Kate positif menderita penyakit Accute Promyelocytic Leukemia (APL). Selain itu, dokter juga mengklaim bahwa kemungkinan penderita APL hanya dapat bertahan hidup sekitar 20-30%. Namun, risiko kematian akibat APL dapat dihindari dan diundur kedatangannya dengan syarat harus mengikuti penanganan khusus sesuai prosedur rumah sakit. Klaim dokter di atas pengetahuan yang dimilikinya ini disebut oleh Foucault sebagai Medical Gaze. Diagnosis penyakit diiringi dengan klaim pada masa kini telah dianggap sebagai sesuatu yang natural dan memiliki landasan ilmiah. Di sisi lain, diagnosis beserta klaim tersebut tanpa sadar telah mengikat sebuah kuasa antara dokter dan pasien di mana pengetahuan melahirkan kekuasaan. Hubungan kekuasaan terbentuk karena adanya relasi sosial yang mengindikasikan hubungan assimetris antara individu yang satu dan individu lainnya. Foucault menyatakan bahwa Power relation exists because there are in equalities, divisions, and disequalibriums (Foucault, 1978:94). Hubungan kekuasaan lainnya yang terbentuk sebagai efek dari wacana ketakutan terhadap kematian terjadi antara orang tua dan anak di dalam novel. Orang tua yang sudah lebih dulu termakan dengan wacana ketakutan terhadap kematian akan melakukan apa saja dalam upaya untuk menghindari kematian. Salah satunya dengan mengikuti riset terbaru dokter untuk menciptakan bayi sebagai pendonor organ melalui teknologi genetic engineering. Tokoh Anna dalam novel ini 2.1.3. Hubungan kekuasaan antara Lembaga Jaminan kesehatan dan masyarakat hadir sebagai manusia pertama keberhasilan teknologi medis menciptakan rekayasa embryo sebagai donor cadangan untuk menyelamatkan Kate. Disisi lain, kebijakan yang diambil oleh Sara (orang tua Kate) untuk menghindari diri dari kematian malah memunculkan tindakan eksploitasi terhadap tubuh Anna. Eksploitasi tubuh Anna terjadi berulang kali sejak ia lahir hingga berumur 13 tahun. Hal ini terlihat dari kutipan berikut: “The first time I gave something to my sister, it was cord blood, and I was newborn. She has Leukemia – APL – and my cells put her into remission. The next time she relapsed, I was five, and I had lymphocytes drawn from me, three times over, because the doctors never seemed to get enough of them the first time around. When Kate get infections, I had to donate granulocytes. When she relapsed again, I had to donate peripheral blood stem cells” (Picoult, 2005:20). Kutipan di atas menunjukkan berbagai macam bentuk tindakan eksploitatif yang dilakukan terhadap Anna sebagai individu yang tidak memiliki kekuatan hukum karena usianya masih di bawah 13 tahun. Semua keputusan tindakan medis tidak pernah ditanyakan pada Anna melainkan berada ditangan kedua orang tuanya. Dengan dalih untuk menyelamatkan saudari kandungnya, Anna harus menjalani operasi berulang-ulang. Penderitaan yang dialami oleh Kate yang mengidap penyakit APL berbagi dengan derita yang harus dialami oleh Anna. Hampir setiap kali Kate menjalani tindakan preventif terhadap APL, Anna selalu berada di sisinya untuk menyumbangkan bagian dari tubuhnya sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan Kate. Selain rumah sakit, institusi lain yang memanfaatkan wacana ketakutan terhadap kematian di Amerika adalah asuransi jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan di Amerika telah menjadi sektor bisnis yang kebanyakan dijalankan oleh sektor privat. Health care facilities are largely owned and operated by private sector businesses. 58% of US community hospitals are non- profit, 21% are government owned, and 21% are for-profit (Scott, 2011). Visualisasi ancaman kematian dan riset mengenai data pengidap penyakit mematikan semakin menjadikan institusi jaminan kesehatan sebagai opsi utama untuk dapat menenangkan masyarakat dari wacana ancaman terhadap kematian. Peluang ini pula kemudian memunculkan hubungan-hubungan kekuatan yang dipraktikan oleh agen-agen komersil dengan memberikan janji-janji penanganan sepenuhnya terhadap penyakit yang diderita pasien. Namun pada realitanya, tidak semua biaya pengobatan untuk pasien dapat dicover dengan alasan-alasan prosedur, mekanisme, dan aturan lainnya. Realitas ini juga terjadi pada keluarga Fitzgerald dalam novel MSK. Keluarga Fitzgerald telah melaksanakan kewajibannya sebagai klien asuransi dengan membayar angsuran tepat pada waktunya sejumlah nilai yang telah ditetapkan. Pada saat Kate sedang sekarat dan segera membutuhkan transplantasi sumsum tulang belakang dengan biaya sebesar $100.000, asuransi kesehatan tidak dapat menerima klaim rujukan rumah sakit tersebut dan memberikan alternatif pengobatan dengan biaya yang lebih kecil. Hal ini tercantum dalam narasi: “AmeriLife will pay ninety percent of what’s considered reasonable and customary for a donor lymphocyte infusion. However, should you still choose to do a bone narrow transplant, we are willing to cover ten percent of the costs” (Picoult, 2005:224). Kutipan di atas semakin memperlihatkan bagaimana asuransi mengedepankan sektor bisnisnya sebagai institusi penjamin kesehatan masyarakat. Ada prosedur-prosedur yang dibatasi oleh institusi kesehatan terhadap klaim yang diajukan. Hal ini menunjukkan bahwa institusi kesehatan memperlakukan manusia sama halnya dengan barang- barang mati yang diasuransikan. Misalnya, asuransi pada kendaraan mobil atau motor. 2.2.1. Mekanisme Kekuasaan dengan bio-power dan normalisasi Asuransi akan menanggung biaya kerusakan dengan mencarikan sparepart terendah dengan kualitas yang sama. Tujuannya adalah untuk meminimkan dana yang diajukan oleh klien yang mengajukan klaim. Begitu juga yang terjadi pada kutipan di atas, dengan menggunakan kuasa institusi jaminan kesehatan, agen asuransi mencarikan opsional alternatif terendah untuk penanganan yang bisa dicover oleh institusi, sementara taruhan yang dihadapi pasien adalah antara hidup dan mati. Bagi Foucault, kekuasaan bukan perang subyektif searah: kemampuan seseorang atau kelompok untuk memaksakan kehendak kepada orang lain. Kekuasaan merupakan strategi kompleks dalam suatu masyarakat dengan perlengkapan, manuver, teknik dan mekanisme tertentu. Dalam artian, kekuasaan lebih beroperasi dari pada dimiliki, kekuasaan bukan hak istimewa yang didapat atau dipertahankan kelas dominan, tetapi akibat keseluruhan posisi strategisnya. Kekuasaan lebih digambarkan dalam tatanan disiplin yang dihubungkan pada sejumlah jaringan. “Disiplin tidak dapat diidentikkan dengan aparat negara; ia adalah suatu tipe kekuasaan, suatu modalitas untuk menjalankan kekuasaan, yang terdiri dari seluruh sarana, teknik, prosedur, tingkat-tingkat penerapan, sasaran-sasaran; ia merupakan fisik atau anatomi kekuasaan, suatu teknologi. Dan ia dapat dijamin oleh institusi-institusi yang terspesialisasi (penjara, rumah sakit, sekolah) dengan tujuan tertentu (Foucault dalam Haryatmoko, 2002:18). Dalam novel MSK sebagaimana telah dibahas pada bab II, bentuk wacana yang berupa ancaman ketakutan terhadap kematian telah melahirkan kuasa-kuasa baru. Relasi kekuasaan tersebut dipraktiktan dalam ruang lingkup rumah sakit (dokter terhadap pasien), ruang lingkup keluarga (orang tua terhadap anak) dan institusi jaminan kesehatan. Kekuasaan tersebut kemudian membutuhkan strategi, mekanisme, dan disiplin untuk mempertahankan kekuasaan agar tetap langgeng dan terlegitimasi. Teknologi untuk melanggengkan kekuasaan ini disebut Foucault sebagai Bio-power atau situasi di mana biologi dipikirkan dalam politik, norma cenderung menggantikan hukum. Kedokteran modern menjadi kedokteran sosial karena kapitalisme telah mensosialisasikan tubuh. Melalui biopolitik of power, Foucault menganalisis siapa yang memiliki hak terhadap kehidupan dan kematian. Lindsay dalam disertasinya Death power and the Body: A bio-political Analysis of Death and Dying mengatakan: Western culture has become “thanotopolitical,” which means that it is dominated by a politics of death that leaves us more and more exposed to both death and operations of power. The dispersion of power to such figure (doctors, lawyers, advocate, and even families) has given this individual the power to decide between life and death, a power that was once reserved for sovereign authorities (Lindsay, 2007:1). Budaya barat telah menjadi politik kematian, artinya itu didominasi oleh politik kematian yang membiarkan kita lebih dan lebih terekspos pada kematian dan operasi kekuasaan. Penyebaran kekuasaan seperti agen (dokter, pakar hukum, advokat, dan bahkan keluarga) telah diberikan mempraktekkan kekuasaan individual untuk memutuskan antara hidup dan kematian, kekuasaan yang dioperasikan oleh kekuasaan tradisional. Peran dokter rumah sakit yang semakin dominatif dalam menangani tubuh pasien di satu sisi telah menggeser hubungan kuasa di mana kontrol sosial dan disiplin akan tubuh pasien, kesemuanya berada di bawah naungan dokter yang menangani pasien. Bahkan seakan hak yang menentukan mati dan menguasa hidup pasien di era modern saat ini telah berpindah tangan ke dokter rumah sakit. Bio-power dalam hal ini bekerja di mana tubuh dijadikan sebagai objek disiplin untuk kepentingan politis dan ekonomis dengan memanfaatkan wacana terkait dengan kematian. Bio-politik sendiri memiliki dua pola mekanisme, yaitu 1) tubuh dijadikan sebagai mesin disiplin atas tubuh, dan 2) kontrol populasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dreyfus dan Robinow berikut: “Focault argues that-Bio-power has two poles which one pole concerns with human species including its population and the other pole concerns with the body as manipulated object that later it is labelled as disiplinary power” (Dreyfus & Robinow, 1983:134- 135). Foucault mengatakan bahwa Bio- power terdiri dari dua pola, pola pertama perhatian pada spesies manusia termasuk populasinya dan pola lainnya memperhatikan pada tubuh sebagai objek yang dimanipulasi yang kemduian disebut sebagai disiplin kekuasaan. Pola tersebut bekerja sama sebagai strategi kuasa sebagaimana yang terdapat pada novel MSK. Praktik kuasa di mana tubuh dijadikan sebagai mesin produksi berawal dari wacana ancaman kematian yang dihadapi Kate akibat penyakit APL. Ancaman tersebut secara tidak langsung telah membuat ikatan kuasa di mana pasien bergantung dengan keputusan rumah sakit atas keberlangsungan hidupnya. Pasien diminta untuk disiplin, patuh dan mengikuti semua prosedur rumah sakit untuk lepas dari ancaman kematian. Pola Bio-power kedua terepresentasi dari tubuh dijadikan kontrol akan populasi ditujukan kepada Anna sebagai bayi allogenic hasil genetic enginering. Tubuh Anna dimanfaatkan untuk menyelamatkan tubuh lainnya dari ancaman kematian. Kendali semua kuasa atas tubuh sebagai politik tersebut berada di tangan dokter sebagai agen kuasa yang berlindung di bawah institusi kesehatan sebagai penjamin untuk pencapaian kekuasaan. Sasaran yang ingin dicapai dari politik anatomis atas tubuh meliputi kekuasaan atas tubuh manusia dengan cara mendisiplinkannya (Foucault dalam Ritzer, 2003:1055). Dalam novel MSK, Bio-power dipraktekkan oleh dokter terhadap masyarakat (pasien dan keluarga) dengan dalih menjamin kesehatan pasien disisi lain memberikan ancaman sekaligus keterikatan secara tidak langsung melalui sikap ketergantungan. Setelah melakukan rekam medis dan diagnosis, dokter dalam novel beberapa kali memberikan pilihan kepada keluarga Kate. Terdapat dua pilihan, yaitu kematian atau disiplin terhadap prosedur pengobatan. Pernyataan tersebut terungkap pada kutipan “only about twelve hundred people a year are diagnosed with it. The rate of survival for APL patient is twenty to thirty percent, if treatment starts immediatelly” (Picoult, 2005:32). (Hanya dua ratus orang pertahun yang didiagnosis penyakit ini. Tingkat pertahanan pasien APL 20-30%, jika ditangani dengan sesegera mungkin). Kutipan tersebut dinyatakan oleh Dr. Farquad ahli onkologi, pada saat pertama kali menemukan Kate positif terindikasi mengidap APL akut. Pernyataan lain yang menunjukkan sikap doktrin seorang dokter sekaligus pendisiplinan adalah pada saat APL mulai menyerang tubuh Kate. APL menyebabkan reaksi negatif pada tubuh seperti diare, pendarahan dan infeksi, serta membutuhkan donor leukosit dengan segera. Pernyataan yang mengandung pendisiplinan atas tubuh terlihat pada ungkapan Dr. Chance; “Mrs. Fitzgerald,” he says. As if he has heard my unspoken question, “Of the twenty children here today, ten will be dead in a few years. I don’t know which group Kate will be in” (Picoult, 2005:63). Mrs. Fitzgerald,” dia mengatakan. Sebagaimana jika dia telah mendengarkan kata takter ucapku, “dua puluh anak di sini hari ini, sepuluh telah meninggal dalam beberapa tahun. Saya tidak tahu Kate berada di posisi mana. Hampir pada setiap tindakannya, dokter selalu memberikan pernyataan pilihan antara kematian dan disiplin atas prosedur kesehatan atau patuh dengan tindakan yang diberikan oleh dokter. Saat Kate membutuhkan transplantasi sumsum tulang belakang, dokter kembali memberikan alternatif untuk menciptakan bayi allogonic melalui genetic enginering dari gen kedua orang tuanya atau Kate mati. Tindakan tersebut juga diiringi dengan pernyataan pilihan mengikuti prosedur atau Kate akan mati dalam pernyataan Dr. Chance “getting transplant from stanger who’s a match is much more dangerous than getting one from relative- the risk of mortality greatly increase”(Picoult,2005:61). (Transplantasi dari orang asing yang cocok lebih berbahaya dari pada dari keluarga- resiko kematian lebih besar). Selanjutnya doktrin tersebut diikuti dengan tindakan patuh oleh keluarga pasien. Mereka bersedia mengikuti riset terbaru yang belum pernah dicobakan untuk objek manusia dengan menciptakan bayi allogenic melalui proses genetic engineering. Pada saat serangan kanker ganas berhasil dilumpuhkan, Kate mendapat permasalahan baru, yaitu ia mengalami gagal ginjal sebagai efek samping dari pengobatan yang dijalani. Kate harus rutin menjalani cuci darah guna mengeluarkan racun yang berenang bebas dalam aliran darahnya. Pengobatan yang bisa mengatasi permasalahan ini hanya dengan transplantasi ginjal. Kate juga mengalami ketidak normalan genetika yang dalam istilah medis disebut granulocyte macrophage colony stimulating factor. Ketidaknormalan ini memberikan prasyarat bahwa hanya kesamaan genetis yang dapat menjadi pendonor bagi Kate. Dengan kuasa atas pengetahuan medisnya, dokter kembali memberikan pernyataan pilihan kepada keluarga Fitzgerald untuk megikuti prosedur medis atau Kate mati. Anna yang memiliki kesamaan allogenic dipaksa untuk menyumbangkan ginjalnya demi menyelamatkan Kate. Pernyataan tersebut tercantum dalam kutipan: “Which Kate is not in normal case. Dr Chance thinks you’d reject an organ from the general donor pool, just because your body has already been through so much. My mother looked down at ther carpet. “he won’t recommend the procedure unless the kidney comes from Anna” (Picoult, 2005:363). Kate tidak dalam kasus normal. Dr. Chance berfikir Kate menolak organ dari pusat donor umum, hanya karena tubuhnya telah banyak dilalui. Ibuku melihat ke karpet. Dia tidak akan merekomendasikan prosedur tranplant ginjal kecuali dari Anna. Pernyataan-pernyataan dari dokter sebagai agen yang bernaung di bawah institusi kesehatan dan bertugas menangani Kate dari serangan APL bukan hanya sekedar alasan-alasan medis yang bersifat scientifik. Akan tetapi, hal tersebut juga membangun relasi kekuasaan sekaligus mekanisme kontrol atas tubuh pasien agar disiplin, patuh, dan mengikuti prosedur yang diberikan oleh dokter tanpa dapat menyangkal ke pilihan lain. Mekanisme politik atas tubuh yang meliputi kekuasaan terhadap tubuh manusia dengan mendisiplinkannya ternyata dipraktikkan dokter terhadap pasien dicover dengan alasan-alasan ilmiah. Tuntutan masyarakat yang lebih mengedepankan rasionalitas tersebutlah disisi lain kemudian menjadikan mereka patuh, tunduk, dan mengikuti prosedur yang disarankan dokter. Di sisi lain, sikap- sikap disiplin ini pula kemudian yang digunakan oleh dokter sebagai pencapaian politisnya untuk membangun hubungan kekuasaan terhadap pasien demi kepentingan tertentu. Jika melihat dalam kasus MSK, kepentingan yang dimiliki oleh dokter pada kasus pengobatan Kate dari APL yaitu sebagai objek untuk pengujian riset terbaru terhadap tubuh manusia. Pengujian riset tersebut di antaranya dengan terapi menggunakan arsenik melalui pernyataan dokter, “It’s new therapy. Dr. Chance explain. “you get arsenic intravenously for 2560 days.” (Picoult, 2005:258). (Ini terapi baru. Dr. Chance menjelaskan. “Kamu akan mendapatkan arsenik selama 2560 hari). Arsenik merupakan zat racun yang digunakan sebagai bahan pembuat pestisida. Dr. Chance menyebutkan belum pernah ada catatan keberhasilan pengunaan obat tersebut, tetapi dibandingkan berhadapan dengan ancaman kematian teknik pengobatan tersebut bisa dicoba untuk diaplikasikan. Uji coba riset lainnya terhadap pasien sebagai objeknya adalah dengan menerapkan teknologi rekayasa embrio untuk menciptakan bayi allogenic melalui genetic engineering. Tujuan rekayasa embrio ini juga untuk berjaga- jaga jika APL kembali menyerang tubuh Kate. Fenomena tersebut dilansir dalam stasiun telivisi yang meliput keberhasilan dokter dalam menciptakan manusia pertama dengan metode genetic enginering dalam kutipan di novel “When one guys ask if I’m aware that I am Rhode Island’s fisrt designer baby” (Picoult, 2005:178). (“Ketika seseorang bertanya apakah aku sadar bahwa aku bayi hasil pemprograman pertama di Rhode Island”). Dari uraian tersebut jelas bahwa tujuan kuasa atas tubuh pasien yang terdapat dalam novel ini salah satunya untuk kepentingan uji coba medis. Kepentingan lain yang dicapai melalui mekanisme pendisiplinan atas tubuh pasien adalah kepentingan ekonomi. Tindakan preventif yang dilakukan oleh Kate setelah melakukan operasi berulang kali membuat tagihan rumah sakit di rekening keluarga Fitzgerald semakin menggelembung. Hal ini tercantum dalam komentar Sara yang mengatakan “The mail is full of hospital bills. We have learned that the insurance company will not talk to the hospital billing departement and vice versa” (Picoult, 2005:233). (“Kotak surat penuh dengan tagihan rumah sakit dan vice versa”). Kita telah belajar bahwa perusahaan asuransi tidak akan membayarkan tagihan rumah sakit Tidak ada pilihan yang bisa dilakukan oleh keluarga Fitzgerald. Ancaman kematian mengiring keluarga pasien untuk melakukan apa saja demi terlepas dari datangnya kematian. Setelah melihat bentuk mekanisme Bio-politik pertama di mana tubuh dijadikan sebagai mesin disiplin, bentuk Bio-politik yang kedua adalah terkait dengan regulasi disiplin atas populasi. Pola ini merujuk pada siapa yang berhak dilahirkan dan siapa yang memiliki pembenaran untuk mati sebagaimana didedukasikan dalam buku Foucault History of Sexuality mengenai “the right of death and the power over life” (Foucault, 1978:139). Dalam novel MSK pola ini lebih terlihat pada kuasa atas tubuh Anna Fitzgerald. Dalam novel dinarasikan, Anna sengaja dilahirkan dengan tujuan untuk menyelamatkan Kate dari kematian. Anna adalah manusia pertama di kota Rhode Island yang berhasil dilahirkan sebagai bayi allogenic hasil rekayasa embrio dengan teknik genetic enginering. Begitulah, tubuh Anna dieksploitasi untuk menyelamatkan hidup Kate dengan menyumbangkan darah tali pusar, leukosit dan granulosit, sumsum tulang belakang, termasuk diminta untuk menyumbangkan ginjalnya. Selain Bio-politik, mekanisme lain untuk mempertahankan kuasa adalah dengan melakukan normalisasi. Untuk mempertahankan kekuasaan dalam buku Dicipline and Punishment, pada akhir buku tersebut Foucault mengatakan “kekuasaan yang menormalisir” tidak hanya di dalam penjara, tetapi juga beroperasi melalui mekanisme-mekanisme sosial yang dibangun untuk menjamin kesehatan, pengetahuan, dan kesejahteraan (Foucault. 1975:358-359). Normalisasi merupakan terminologi yang cukup penting dalam konsep kekuasaan Foucault di mana mekanisme kekuasaan itu bekerja. Dalam novel MSK ditemukan praktik normalisasi di berbagai lapisan kekuasaan. Untuk melanggengkan kuasa, agen kuasa menciptakan sesuatu yang dianggap normal dan abnormal. Berkaitan dengan kematian, kategorisasi tindakan normal dan abnormal terlihat dari; kematian sebagai ancaman yang menakutkan sehingga kematian harus diakali, dihindari, dan dijauhi. Tindakan pasrah terhadap kematian dianggap tindakan abnormal di era modern ini karena teknologi dapat menjawab permasalahan yang ada. Setelah itu, munculah teknologi kesehatan yang mengambil peran sebagai kuasa yang mendominasi. Teknologi kesehatan yang memiliki korelasi dengan pengetahuan mengambil lakon sebagai kuasa dominatif kemudian menciptakan subjek lain untuk melegitimasi kekuasaan yaitu pengetahuan itu sendiri berupa penciptaan bayi Allogenic hasil genetic engineering. Maka untuk menormalisasi kekuasaan 2.2.2. Mekanisme Kuasa dengan Resistensi dan negosiasi dibentuklah diskursus bahwa selayaknya manusia hasil kloning harus patuh untuk dimanfaatkan sebagian organ tubuhnya guna menyelamatkan manusia lain yang dilahirkan secara normal. Anna adalah manusia yang dilahirkan untuk menyelamatkan Kate dari kematian akibat APL. Peran dan tugas Anna sebagai penyelamat merupakan konstruk yang dianggap normal dalam relasi kuasa antara manusia dan manusia hasil rekayasa embrio (manusia mesin). Tindakan penyangkalan atas peran dan tugas tersebut dianggap oleh agen kuasa, orang tua Kate, sebagai tindakan abnormal. Hal ini terlihat dari narasi terkait tindakan Anna yang ingin berhenti menjadi pendonor bagi Kate karena dia merasa bahwa dirinya memiliki hak atas tubuhnya sendiri. Namun, tindakan tersebut menurut orang tuanya merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan peranannya yang memang ditakdirkan sebagai penyelamat. Hal tersebut terungkap dari diskusi dalam narasi MSK berikut: They come like hurricane. Kate barely manages to look at me before my father sends her upstairs to our room. My mother whacks her purse down, the her car keys, and then advances on me. “All right,” she says, her voice so tight it might snap. “What’s going on?” I clear my throat. “I got lawyer.” My mother stands over me. “You went to a lawyer and made him think this is all about you – and it’s not. It’s about us. All of us” (Picoult, 2005:51). Mereka masuk bagai badai menerjang. Kate baru saja berusaha memandangku sebelum ayahku menyuruhnya naik ke kamar kami. Ibuku membanting dompetnya. Lalu kunci mobilnya, kemudian menghampiriku. “Baiklah. Dia menatapku dengan tajam. “apa yang terjadi?”Aku men elan ludah “Aku punya pengacara” Ibuku berdiri dihadapanku “kau pergi mendatangi pengacara dan membuatnya berfikir bahwa semua ini tentang dirimu-padahal bukan. Ini tentang kita. Kita semua. Kutipan tersebut menarasikan saat Sara mengintrogasi Anna setelah ia melakukan gugatan hukum terhadap ibunya untuk mendapatkan petisi atas medical emancipation atau kebebasan medis atas tubuhnya sendiri. Dalam artian, Anna ingin berhenti menjadi pendonor bagi Kate, karena dia menganggap bahwa dirinya juga punya hak atas tubuhnya sendiri. Tindakan seperti ini dianggap Sara sebagai tindakan abnormal, mementingkan diri sendiri dan keluar dari perannya sebagai penyelamat kakaknya. Anna dalam padangan Sara sudah dianggap sebagai mesin produksi dan keluar dari sistem berarti melanggar sistem regulasi. Doktrin yang berkaitan dengan perasaan dan kategorisasi tindakan normal dan abnormal inilah yang kemudian membuat Anna bimbang terhadap keputusan yang dia ambil. Terkadang dia maju untuk melanjutkan resistensi kadang dia mundur karena merasa tindakan yang ia lakukan sebagai tindakan abnormal atau keluar dari norma. Tindakan tuntutan berupa medical emancipation oleh manusia hasil kloning dianggap abnormal. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa yang menjadi abnormal dari subjek kloning adalah perasaan humanisnya karena sudah dianggap seperti mesin produksi. Jadi, jelaslah bahwa kekuasaan dalam novel MSK melakukan normalisasi dalam rangka mempertahankan kekuasaan itu sendiri tanpa tindakan represif. Kekuasaan tidak dapat berdiri sendiri karena kekuasaan selalu bergandengan dengan resistensi. Di mana ada afirmasi kekuasaan, di situ pasti ada resistensi. Perlawanan dalam kekuasaan bukan merupakan kekuatan yang datang dari luar, tetapi kekuatan berlawanan yang muncul karena kekuasaan itu sendiri. Foucault menyebutkan bahwa kekuasaan itu co- extensice dengan resistensi, sebagaimana pernyataannya: “Where there is power, there is resistance and yet, or rather consequently, this resistence is never in position of exteriority in relation to power” (Foucault, 1978:95). (Dimana ada kekuasaan, di sana ada resistensi dan sebaliknya, secara konsekuensi, resistensi ini tidak pernah berada diluar relasi kekuasaan tersebut). Jadi, dalam sebuah hubungan kekuasaan pasti terdapat perlawanan atau resistensi terhadap kekuasaan itu sendiri. Anna Fitzgerald, bayi allogenic yang selama ini menjadi target kekuasaan atas tubuhnya, melakukan tuntutan untuk mendapatkan medical emancipation atau kuasa atas tubuhnya sendiri dengan kebebasan medis. Tuntutan kebebasan medis ini muncul setelah Anna beberapa kali medonorkan organ tubuhnya untuk menyelamatkan Kate dari serangan APL. Donor yang dilakukan dimulai sejak ia baru lahir dengan menyumbangkan darah tali pusar. Kemudian, pada usia 5 tahun ia menyubangkan leukosit dan granulosit. Selanjutnya, ia diminta mendonorkan sumsum tulang belakang di tengah-tengah acara pesta ulang tahun teman sekelasnya. Terakhir, ia diminta untuk mendonorkan salah satu ginjalnya yang tentu saja akan mempengaruhi masa depan dan potensi yang ia miliki. Perlawanan yang dilakukan Anna untuk mendapatkan kembali kuasa atas tubuhnya adalah dengan mendatangi pengacara Campbell Alexander. Pengacara Campbell selama ini terkenal track record- nya karena membantu anak yang tinggal di salah satu rumah yatim piatu. Anak ini dibantu untuk menuntut keuskupan providence yang dianggap melaggar konsiliasi vatican II karena membutuhkan pengobatan jaringan yang berhubungan dengan janin. Anna menyebutnya dengan menuntut Tuhan. Kali ini, Anna meminta bantuan pengacara Campbell untuk menuntut kedua orangtuanya guna mendapatkan hak kebebasan medis atas tubuhnya sendiri. Perlawananan yang dilakukan Anna merupakan bentuk tuntutan atas kekuasaan yang selama ini dianggap normal dalam proses yang telah berlangsung lama. Ibunya menjadikan segalanya seakan normal di mana setiap orang harus menjalankan perannya masing-masing. Sebagaimana yang diungkapkan Anna, “Normal, dalam rumah kami, ibarat selimut yang kependekan diranjang, kadang-kadang selimut itu bisa menutupimu dengan baik, dan kadang- kadang selimut itu membuatmu kedinginan dan menggigil; dan yang terburuk dari segalanya, kau takkan pernah tau apa yang bakal terjadi” (Picoult, 2005:21). Kutipan tersebut juga mempertegas bahwa tindakan normalisasi yang dilakukan ibunya dalam ruang lingkup keluarga seakan-akan menjadikan semuanya melaksanakan peranan masing-masing. Tuntutan yang dilakukan Anna untuk mendapatkan petisi kebebasan medis juga untuk mengungkap semua tabir relasi kekuasaan yang terdapat dalam novel, baik relasi kekuasaaan yang terbentuk melalui interaksi antara dokter dan pasien, maupun relasi kekuasaan melalui interaksi antara orang tua dan anaknya. Dalam upaya menormalkan resistensi- resistensi Anna di atas, maka strategi yang dilakukan oleh agen kuasa adalah dengan negosiasi. Negosiasi ini dilakukan oleh Sara terhadap Anna untuk mencabut gugatan hukum dan memintanya menyelesaikan konflik dengan cara diplomasi juga kekeluargaan. Hal ini terungkap dalam kutipan berikut: “I understand what you’re trying to do here,” my mother continues. “and I agree that maybe your father and I need to listen to you a little bit more. But Anna, we don’t need a judge to help us do this.” My heart is soft sponge at the base of my throat. “You mean it’s okay to stop? “ “No more blood draws. No granulocytes or lymphocytes or stem cells or kidney.” My mother goes very still. “When I said stop, I meant the lawsuit, My God, Anna,” my mother says, stunned” (Picoult, 2005:176). Kutipan di atas merupakan tindakan negosiasi yang dilakukan oleh Sara dengan menerima dan menolak tuntutan Anna. Sara meminta Anna untuk menghentikan gugatan hukumnya dengan cara akan memberikan perhatian lebih dan kelenturan untuk mendengarkannya. Anna mengajukan kesepakatan untuk tidak lagi mengambil granulosit, leukosit, dan sel darah dari tubuhnya. Namun, Sara hanya meminta kesediaan Anna untuk menghentikan gugatan hukum dan membicarakannya secara kekeluargaan. Negosiasi lain yang dilakukan oleh Sara serta psikiater rumah sakit adalah memberikan pujian dan reward terhadap Anna karena telah berjasa menyelamatkan Kate dari kematian. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Neaux, psikiater rumah sakit, dalam percakapannya dengan Campbell: “She consider herself superhero, because she can do the one thing no one else can” (Picoult, 2005:352). (Anna mempertimbangkan dirinya sebagai superhero, karena dia dapat melakukan sesuatu yang tidak seorang pun dapat lakukan). Sara sendiri memberikan reward berupa hadiah permata bermata tunggal setelah Anna melakukan donor sumsum tulang belakang. Selain itu, negosiasi yang dilakukan oleh Sara adalah dengan menyinggung hubungan emosional antar keluarga, antara orang tua dan anak, juga antar saudara. Semua negosiasi yang dilakukan oleh Sara sempat mempengaruhi Anna dan membuat gugatan hukumnya menjadi terhambat. Anna sering kali menjadi ragu untuk meneruskan gugatan hukumnya atau tidak. Hal ini terungkap dari pernyataan Campbell kepada Anna; The reason no one ever asks you for your opinion about anything important is because you change your mind so often they don’t know what to believe. Take me for example. I don’t even know if we’re still petitioning a judge for medical emancipations (Picoult, 2005:125). Kutipan diatas menunjukkan kebimbangan Anna yang telah dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan hegemonik dari ibunya yang menyinggung hubungan kekeluargaan dan persaudaraan untuk bernegosiasi melepaskan tuntutannya. Sebaliknya, Campbell kembali meneguhkan niat Anna untuk tetap konsisten mempertahankan gugatan kebebasan medisnya. Resistensi yang diiringi dengan negosiasi pada uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat praktik-praktik kekuasaan yang bekerja di semua bidang. Praktik kuasa tersebut kemudian semakin mempertegas relasi kekuasaan yang terbentuk satu sama lain. Kasus pada novel MSK menunjukkan konsep kekuasaan yang dimaksudkan oleh Foucalt. Foucault mendefinisikan kekuasaan dengan ciri-ciri: kekuasaan tidak dapat dilokalisir, merupakan tatanan disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi struktur kegiatan-kegiatan, tidak represif namun produktif, dan kekuasaan juga menormalisir (Haryatmoko, 2016:14). Semua ciri-siri kekuasaan menurut konsep Foucault tersebut dipraktikkan dalam novel MSK, baik dalam institusi kesehatan, keluarga, maupun hukum. Semua kekuasaan bekerja dan membentuk ekses- ekses kekuasaan dengan strategi dan mekanismenya masing-masing. B. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yang dipaparkan dalam sub-bab ini. Ada tiga kesimpulan utama yang didapat dalam novel ini. Pertama, pergeseran pandangan masyarakat modern di Amerika berupa Forbiden death merupakan produksi dari wacana yang menjadi sebuah rezim kebenaran. Produksi kuasa tersebut disebabkan oleh visualisasi-visualisasi kematian yang menyakitkan, abstrak, dan kehilangan. Rumah sakit, teknologi medis, dan ilmu pengetahuan memberikan obat penawaran atas ancaman kematian namun semakin memproduksi wacana kematian yang ditakuti. Wacana yang terpinggirkan seperti pasrah terhadap kematian menjadi termarginalkan dan dianggap tidak normal. Kedua, Terdapat pemanfaatan kekuasaan dengan dalih wacana ketakutan terhadap kematian. Agen-agen yang memanfaatkan kuasa di antaranya; dokter yang dijamin oleh institusi kesehatan, orang tua, dan institusi jaminan kesehatan. Kekuasaan bekerja dengan strategi dan mekanismenya masing-masing. Ketiga, Strategi dan mekanisme yang digunakan oleh agen kuasa untuk melegitimasi kekuasaan di antaranya dengan menggunakan bio-power meliputi pendisiplinan dan kontrol regulasi populasi, serta normalisasi dengan mengkategorikan tindakan normal dan abnormal. Selain itu, setiap affirmasi kekuasaan melahirkan resistensi. resistensi ditunjukan oleh Anna untuk medapatkan hak atas kebebasan medis agar terlepas dari eksploitasi atas tubuhnya sendiri. C. Referensi Aries, Phillipe. 1974. Western Attitudes toward Death from the Middle Ages to the Present. London: Marion Boyars Begley, Sharon. 2015. About Human Germline Gene Editing by Center for Genetics and Society. Dalam http: //www.geneticsandsociety.org /article.phpid=8711. Diakses 20 Februari 2016 Foucault, Michael. 1975. Dicipline and punish: The birth of prison. Trans. Alan sheridan. New Yor: Vintage book -----------.1977.“Nietzche, Geneologi, History.” Dalam Language counter memory, Practice. Sellected essay and interview. D.F. Bouchard (Eds). Itacha: Cornel University Press ------------.1978. The History of Sexuality, Volume I. translated by Robert Hurley. New York : Random House.inc ----------------. 2008. Inging Tahu Sejarah Seksualitas. Alih bahasa Rahayu.S Hidayat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia James, Katheryn. 2009. Death, Gender and Sexuality in Contemporary Adolescent Literature. New York : Routledge Faruk. 2012. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ----------------. 2013. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Fikrawin. 2007. Relasi-relasi Kekuasaan. Fisip: Universitas Indonesia. disertasi Haryatmoko. 2002. Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan. Yogyakarta: Yayasan BP Basis Lindsay, Ane Hall. 2007. Death Power and the Body: A bio-political Analysis of Death and Dying. Blackburg: Virginia Polytechnic Institute Moleong, Lexy J. 1982. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung Picoult, Jodi. 2005. My Sister Keeper. New York : Pinguin Grup USA. Inc Richard F. Storrow. 2009. Therapeutic Reproduction and Human Dignity. US: California University Press Ritzer, George. 2003. Teori Sosial Postmodern, terj. Yogyakarta: Kreasi wacana Scott, W Atlas. 2011. In Excellent Health: Setting the Record Straight on America’s Helath Care and Charting a Path for Future reform. Stanford, California: Hoover Institution Press, Stanford University. Jurnal diakses pada tanggal 21 Mei 2016 Spindelman, Marc. 2008. Death, Dying, and Domination. Vol. 106, No.8, pp. 1641-1667. Dalam http://www.jstor.org/stable/20865213. Diakses tanggal 10 Maret 2016