Plagiarism Checker X Originality Report

Plagiarism Quantity: 18% Duplicate

Date Monday, August 27, 2018
Words 691 Plagiarized Words / Total 3936 Words
Sources More than 83 Sources Identified.
Remarks Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

EVALUASI PERUBAHAN ADEKUASI HEMODIALISA TERHADAP DUKUNGAN KELUARGA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG DIBERIKAN RANGE OF MOTION Fitria Hasanuddin Akademi Keperawatan Muhammadiyah Makassar ABSTRAK Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) merupakan masalah yang terjadi pada penurunan fungsi ginjal dikarenakan ginjal menjadi organ vital dalam menjaga kesehatan tubuh dan hemodialisa menjadi tindakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme yang tidak mampu dikeluarkan oleh tubuh. Kerusakan ginjal secara berkelanjutan dan laju filtrasi glomerulus (GFR) terus semakin menurun yang akan menimbulkan efek uremik.

Adekuasi hemodialisa dapat dihitung dengan URR dan Kt/V. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan evaluasi adekuasi hemodialisa dan pengaruh dukungan keluarga (pengaruhnya terhadap apa, tolong dilengkapi) pada pasien gagal ginjal kronik yang diberikan range of motion (ROM)di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif desain survey analitik cohort dengan pendekatan eksploratif longitudinal.

Jumlah responden yang pada penelitian sebanyak 14 orang, yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu 9 responden diberikan intervensi ROM dan hemodialisa serta 5 responden yang menjalani terapi hemodialisa sebagai kelompok kontrol. Uji statistic paired t test untuk melihat perbedaan sebelum dan setelah diberikan range of motion pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Setelah kunjungan ke-8 pada kelompok intervensi (ROM+Hemodialisa) diperoleh nilai URR p = 0,05 (Mean 76,00 ; SD 11,32) yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan nilai URR setelah dilakukan range of motion.

Dan Kt/V pada kedua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kontrol diperoleh nilai p> 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan sebelum dan setelah pemberian range of motion. Pada Uji pearson correlation didapatkan dataTidak ada pengaruh dukungan keluarga terhadap perubahan nilai adekuasi hemodialisa diperoleh nilai p> 0,05 Kata kunci: adekuasi hemodialisa, Dukungan keluarga, Range of motion (ROM.)

PENDAHULUAN Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) merupakan masalah yang terjadi pada penurunan fungsi ginjal dikarenakan ginjal menjadi organ vital dalam menjaga kesehatan tubuh. Penurunan fungsi ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan metabolisme, cairan dan elektrolit yang dapat mengakibatkan uremia: retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Bare & Smeltzer, 2004).

Penyakit ginjal kronis tidak dapat disembuhkan atau dipulihkan ketika terjadi penurunan fungsi ginjal dan massa ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan internal tubuh, maka akibatnya terjadi gagal ginjal atau CKD stadium 5 dan sering disebut penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) (Black & Hawks, 2014).Prevalensi kejadian gagal ginjal kronik di dunia menurut The United States Renal Data System (USRDS) akhir tahun 2009, lebih dari 871.000 orang dirawat karena ESRDdi Amerika Serikat.Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2 %.

Sulawesi Selatan menjadi urutan ke lima setelah Sulawesi Tengah, Sulawesi utara, Aceh dan Gorontalo. Adapun angka kejadian di Sulawesi Selatan sebanyak 0,3 %, sementara berdasarkan kelompok umur ditemukan kelompok umur = 75 tahun dengan 0,6% tertinggi daripada kelompok umur yang lain dan kejadian pada laki – laki 0,3 % lebih tinggi dari perempuan. Tingginya angka kejadian tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor penyebab dari penyakit sistemik dan kardiovaskuler.

Banyak penyakit yang bisa muncul secara bersamaan dengan ESRD. Dalam hal ini infeksi dan penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab umum terjadinya penyakit ESRD yang dapat mengakibatkan kematian. Tingginya angka kejadian ESRD dikarenakan kejadian diabetes dan hipertensi turut mempengaruhi yakni sebesar 34 % dan 21 % dari total kasus. Glomerulus menjadi urutan ketiga 17 % penyebab ESRD (Price & Wilson, 2005).

Tingginya angka kejadian penyakit renal tahap akhir disebabkan karena penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulus nefritis pielonefritis dan hipertensi yang tidak dapat dikontrol. Dengan berbagai macam penyakit yang bisa menyebabkan gagal ginjal kronik dan tingginya angka kejadian baik di Amerika Serikat maupun di Indonesia, maka dapat di lihat bahwa kerusakan ginjal bisa terjadi dimana saja.

Kerusakan ginjal secara berkelanjutan dan jumlah nefron berfungsi semakin kurang dan laju filtrasi glomerulus (GFR) terus semakin menurun. Tubuh menjadi kelebihan cairan dan sampah sisa metabolisme semakin banyak. Karena terjadi penurunan fungsi ginjal maka fungsi eksresi mengalami gangguan. Ketika GFR turun di bawah 10 -20 ml/menit, efek uremik timbul pada tubuh klien dan upaya penanganannya tidak diterapi dengan dialisis atau transplantasi, maka uremia dan kematian bisa terjadi pada klien (Bayhakki, 2013).

Angka bertahan hidup 1 tahun pasien untuk pasien yang menjalani terapi hemodialisa diperkirakan 79 %, namun angka bertahan hidup jangka panjang turun hingga 33 % untuk 5 tahun (NKUDIC, 2009). Hal ini menjadikan terapi hemodialisa menjadi pilihan pengobatan dari gagal ginjal kronik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Alimanesh dkk (2010), dikatakan bahwa usia rata – rata pasien adalah 16 sampai 54 tahun, mean Kt/V 0,97 ± 0,42 yang secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang menerima 3 kali perminggu dibandingkan dengan 2 kali perminggu dengan p = 0,03 dan terdapat 32,1 % dari semua pasien mencapai nilai Kt/V. Dukungan keluarga merupakan satu factor yang mempengaruhi keputusan insiasi hemodialisa (Sunarni, 2009).

Respon yang memiliki dukungan yang baik tidak akan menunda inisiasi hemodialisa dan berpengaruh dalam menjalani terapi hemodialisa (Tonapa, 2016). Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian evaluasi perubahan hemodialisa dan dukungan keluarga pasien gagal ginjal kronik yang diberikan range of motion. METODE Desain penelitian menggunakan pendekatan deskriptif ekploratif longitudinal. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua responden yang menjalani terapi hemodialisa pada bulan November – Desember 2017 di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji.

Didapatkan jumlah responden sebanyak 14 orang (9 responden sebagai kelompok intervensi yang diberikan ROM dan hemodialisa, 5 responden sebagai kelompok kontrol yang menjalani hemodialisa saja) dengan teknik total sampling. Teknik Pengumpulan Data Data primer diperoleh melalui lembar observasi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti dan data sekunder melalui buku status pasien pada rekam medik.

Jelaskan tentang teknik perolehan nilai URR dan Kt/V Analisis dan Penyajian data Analisa data dilakukan dengan program SPSS 21 for Windows dan uji statistik dengan menggunakan uji univariat dengan mean dan standar deviasi untuk data numerik serta frekuensi persen untuk data kategorik, uji bivariat paired t test dan pearson corelation. HASIL Tabel 1 : menunjukkan karakteristik demografi dan klinik antara kelompok intervensi (ROM dan hemodialisa) dengan kelompok kontrol yang menjalani hemodialisa saja.

Didapatkan data rata – rata umur responden pada kelompok intervensi (ROM + hemodialisa) 49,56 (lengkapi standar deviasi) dan kelompok kontrol 42,20 (lengkapi standar deviasi). Adapun jenis kelamin responden terbanyak pada perempuan yakni 6 (42%) pada kelompok intervensi dan 2 (untuk angka-angka dilengkapi satuan, misalnya tahun, orang, kg, dll di belakang angka) (14,3 %) pada kelompok kontrol, sementara laki – laki 3 (21,4 %) pada kedua kelompok.

Untuk berat bedan kering responden terlihat jelas kelompok control lebih tinggi (55,20) dibanding kelompok intervensi (ROM + hemodialisa) sebanyak (47,57). Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa kebanyakan disebabkan oleh hipertensi, pielonefritis dan diabetes mellitus. Saat menjalani hemodialisa, rata – rata durasi hemodialisa responden 4,02 (0,16) pada kelompok intervensi (ROM + hemodialisa ) dan 3,88 (0,22) pada kelompok control (Hemodialisa).

Sementara frekuensi responden dalam menjalani hemodialisa setiap minggu didapatkan data bahwa baik kelompok intervensi maupun kelompok control 2 kali seminggu dan jumlah cairan yang dikeluarkan tiap sesi hemodialisa kebanyakan 2 liter yaitu 2,22 (0,83) pada kelompok intervensi (ROM + hemodialisa) dan 2,20 (0,84) pada kelompok control (hemodialisa) dengan kecepatan aliran darah yang dapat diobservasi pada mesin dializat yaitu 200 ml/menit pada kedua kelompok. Dari hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan : nilai Na+ pada kedua kelompok berada pada range yang normal (136 – 145) dengan uraian pada kelopok control 144,20 dan kelompok intervensi 139,22, begitupun dengan nilai Cl― dan K+ responden rata – rata hasilnya berada pada range normal (98-106).

Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa kebanyakan disebabkan oleh hipertensi, pielonefritis dan diabetes mellitus. Saat menjalani hemodialisa, rata – rata durasi hemodialisa responden 4,02 (0,16) pada kelompok intervensi (ROM + hemodialisa ) dan 3,88 (0,22) pada kelompok control (beberapa penulisan perlu dimiringkan/diindonesiakan seperti kontrol/control, range, mean) (Hemodialisa). Sementara frekuensi responden dalam menjalani hemodialisa setiap minggu didapatkan data bahwa baik kelompok intervensi maupun kelompok control 2 kali seminggu dan jumlah cairan yang dikeluarkan tiap sesi hemodialisa kebanyakan 2 liter yaitu 2,22 (0,83) pada kelompok intervensi (ROM + hemodialisa) dan 2,20 (0,84) pada kelompok control (hemodialisa) dengan kecepatan aliran darah yang dapat diobservasi pada mesin dializat yaitu 200 ml/menit pada kedua kelompok.

Dari hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan : nilai Na+ pada kedua kelompok berada pada range yang normal (136 – 145) dengan uraian pada kelopok control 144,20 dan kelompok intervensi 139,22, begitupun dengan nilai Cl― dan K+ responden rata – rata hasilnya berada pada range normal (98-106). Tabel 2 yang uji paired t test untuk melihat perbedaan adekuasi hemodialisa (URRKt/V) sebelum dan setelah diberikan range of motion pada kelompok intervensi (ROM+HD) dan kelompok control (HD).

Nilai URR pada kelompok intervensi p = 0,005 artinya terdapat perbedaan URR saat kunjungan 1 dengan kunjungan 8, sementara pada kelompok control yang hemodialisa saja URR kunjungan 1 dengan kunjungan 8 p = 0,39 sehingga pada kelompok control tidak ditemukan perbedaan URR pada kunjungan 1 dan 8. Sehingga disimpulkan URR pada kelompok intervensi, terdapat perbedaan setelah kunjungan 8. Pada nilai Kt/V kunjungan 1 dan kunjungan 8 didapatkan nilai p = 0,11 pada kelompok intervensi.

Hal ini disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan daan nilai KtV pada kelompok intervensi Dari tabel 3 menyajikan hasil uji korelasi dukungan keluarga terhadap URR dan Kt/V pada kelompok intervensi (ROM+hemodialisa) dan kelompok kontrol diperoleh nilai p > 0,05. Artinya tidak ada signifikan antara dukungan keluarga dengan nilai URR dan Kt/V. Pada kelompok intervensi untuk arah korelasinya positif dengan kekuatan korelasinya lemah, Kt/V arah korelasinya positif dengan kekuatan korelasinya kuat.

Untuk kelompok kontrol nilai URR dimana kekuatannya sedang dengan arah korelasi positif Kt/V arah korelasinya positif dengan kekuatan korelasi sedang. Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa beberapa data karakteristik responden memiliki hubungan dengan perubahan nilai adekuasi (URR dan Kt/V) dengan nilai p <0,05. Yakni frekuensi terhadap Kt/V nilai p 0,04, kekuatan korelasi lemah (r=-0,22), durasi p = 0,00 r 0,83, dan berat badan kering p = 0,00 r =0,41. Untuk nilai URR berat badan kering < 0,05.

Dapat dilihat pada grafik 1 Dari grafik 1 di atas disimpulkan bahwa semakin sering seseorang melakukan hemodialisa dengan pemberian ROM maka nilai Kt/V mengalami penurunan. Dan dari grafik ini terdapat 21% hubungan frekuensi terhadap Kt/V yang mampu dijelaskan dan 79% faktor lain yang memberi kontribusi.Untuk durasi hemodialisa terdapat hubungan dengan Kt/V, hal ini dapat dilihat pada grafik 2. Dari grafik 2 di atas disimpulkan bahwa semakin sering lama seseorang melakukan hemodialisa dengan pemberian ROM maka nilai Kt/V semakin meningkat.

Dan dari grafik ini, 69% hubungan durasi hemodialisa terhadap Kt/V yang mampu dijelaskan dan 31% faktor lain yang memberi kontribusi. Untuk melihat hubungan BB kering dengan nilai Kt/V dan URR. Hal ini dapat dilihat pada grafik 3 grafik 3 di atas disimpulkan bahwa semakin tinggi berat badan kering responden maka nilai Kt/V semakin menurun. Dan dari grafik ini 67% hubungan berat badan kering terhadap Kt/V yang mampu dijelaskan dan 33% faktor lain yang memberi kontribusi.

Selain hal yang di atas berat badan kering meliki hubungan dengan perubahan nilai URR. PEMBAHASAN Dalam penilitian (penelitian) ini untuk mengukur adekuasi responden / pasien indikatornya adalah nilai ureum reduction ratio (URR) dan Kt/V. Berdasarkan hasil penelitian untuk menghitung nilai URR maka, harus diukur ureum pre dan post. (metode pengukuran masukkan di tempatnya). Selama hemodialisa terjadi proses ultrfiltasi (ultrafiltrasi) dan difusi.

Pada penelitian ini ditunjukkan nilai ureum pre- post (pre-post) mengalami penurunan yang siknifikan setelah dilakukan range of motion (miring) pada kelompok intervensi. Hal ini sangat menentukan perubahan dari nilai URR yang menjadi salah satu indicator dalam menilai adekuasi hemodialisa. Ditinjau dari indikator adekuasi URR responden pada penelitian ini bahwa responden yang dilakukan rangen of mation dan hemodialisa mencapai nilai adekuasi (minimal > 65 %) dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya menjalani hemodialisa saja.

Hal ini terjadi karena rata – rata kelompok yang diberikan intervensi menjalani hemodialisa tiap kunjungan selama 4 jam bahkan terdapat responden yang mencapai 5 jam, sehingga dosis hemodialisa memenuhi 8 – 10 jam. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri, 2003)menyatakan dosis HD yang ideal adalah 10 – 15 jam/minggu yang diberikan2 – 3 kali perminggu dengan lama HD antara 4 – 5 jam perkali HD.

Secara teori dikatakan pada system metabolic otot saat latihan yaitu 1) system fosfokreatin – keratin, 2) system glikogen-asam laktat 3) system aerobic. Sistem fosfokeratin ke ATP adalah penghantaran terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Oleh karena itu, semua energy yang disimpan di dalam fosfokreatin otot dengan segera tersedia untuk kontraksi otot, seperti yang tersimpan dalam ATP. Jumlah gabungan dari sel ATP dan sel fosfokreatin disebut energy fosfagen. Keduanya bersama–sama dapat menyediakan daya ototmaksimal selama 8 sampai 10 detik.

Sistem glikogen – asam laktat yakni glikogen yang disimpan di dalam otot dapat dipecah menjadi menjadi glukosa dan glukosa tersebut kemudian digunakan untuk energy yang disebut glikolisis, terjadi tanpa penggunaan oksigen oleh karena sebagai metabolic anaerobic. Selama glikolisis, setiap molekul glukosa dipecah menjadi dua molekul asam piruvat, dan energy dilepaskan untuk membentuk empat molekul ATP untuk setiap molekul glukosa awal. Kemudian asam piruvat kasuk ke mitokandria sel otot dan bereaksi dengan oksigen untuk membentuk lebih banyak molekul ATP.

Akan tetapi bila tidak terdapat oksigen yang cukup untuk melangsungkan metabolism glukosa tahap kedua (tahap oksidatif), sebagian besar asam piruvat diubah menjadi asam laktat yang berdifusi ke luar dari sel otot masuk kedalam cairan interstisial dan darah. Oleh karena itu banyak glikogen otot berubah menjadi asam laktat tetapi dalam perjalanannya, sejumlah ATP yang sangat banyak dibentuk seluruhnya tanpa memakai oksigen (Guyton, 2008).

Hal ini sejalan dengan penelitian Berman, Erb, Kozier & Snyder (2010) dikatakan bahwa latihan ROM memiliki keuntungan untuk memperbaiki kesehatan otot dan meningkatkan bersihan ureum dari sel/jaringan kulit. Latihan yang dilakukan merangsang pertumbuhan pembuluh darah yang kecil(kapiler) dalam otot. Hal ini membantu tubuh untuk lebih efisien menghantarkan oksigen ke otot, dapat memperbaiki sirkulasi secara menyeluruh dan menurunkan tekanan darah serta mengeluarkan hasilsampah metabolik yang mengiritasi seperti asam laktat dari dalam otot.

Latihan yang adekuat meningkatkan efisiensi aliran darah, sehingga tubuh mengekskresikan sisa metabolisme secara lebih efektif. Latihan aeorobic secara rutin dapat membantu meningkatkan oksigenasi seluler menjadi lebih adekuat dan meningkatkan jumlah energi seluler (ATP). Selain URR, yang menjadi indikator dalam menilai adekuasi adalah nilai Kt/V. Berbeda yang dikatakan oleh Vaithilingam,I., (2010) bahwa tidak ada pebedaan penghapusan ureum pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

Pada penelitian ini secara statistik tidak ditemukan adanya pengaruh range of motion pada nilai Kt/V, hal ini disebabkan karena rata – rata jumlah cairan yang dikeluarkan 2,2 liter, sehingga volume cairan yang ada dalam tubuh pasien masih besar, sementara frekuensi hemodialisa lebih dominan 2 kali seminggu dengan durasi tiap kali hemodialisa 3,8 – 4 jam.. Pada penelitian tersebut QB yang diberikan rerata 200 ml/menit. Sementara untuk memperoleh bersihan ureum yang optimal pada pasien dewasa, Qbdiatur pada kecepatan antara 200 – 600 mL/menit.

Pada Qb200mL/menit diperoleh bersihan ureum 150 mL/menit, sedangkan Qb400 mL/menit diperoleh bersihan ureum 200 mL/menit (meningkat33%) (Daugirdas, Blake, & Ing, 2007). Dalam mencapai adekuasi diperlukan dukungan dan peran serta dari keluarga selama menjalani terapi hemodialisa, baik saat menjalani hemodialisa maupun saat perawatan di rumah. Dukungan yang dimaksudkan adalah dukungan keluarga selama menjalani perawatan hemodialisa dan respon keluarga terhadap perawatan selama di rumah.

Dari segi dukungan keluarga secara statistic tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna. Hal ini ditinjau dari respon keluarga yang semuanya mendukung serta mekanisme koping responden bahwa mereka semua telah menerima kondisinya dengan masa perawatan lebih dari 6 bulan dan keluarga semuanya mensupport dalam menjalani terapi hemodialisa. Dari penelitian ini terjawab bahwa meskipun dukungan keluarga secara statistic tidak berpengaruh namun didapatkan bahwa hal yang memberi kontribusi itu adalah frekuensi HD, Durasi HD dan Berat badan Kering.

Dari penelitan tersegut digambarkan bahwa semakin lama dan semakin semakin sering orang dalam menjalani terapi hemodialisa maka akan berpengaruh terhadap adequasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi dan difusi belum berjalan dengan optimal dan rentang waktu yang agak lama untuk menjalani hemodialisa selanjutnya sehinggan terbentuk dan tidak didukung dengan pembatasan diet dan kesadaran responden terhadap pembatasan cairan sehingga terjadi penumpukan sisa metabilisme yang semakin banyak. Hal tersebut berakibat pada perhitungan nilai adekuasi pascahemodialisa.

Oleh karena V (volume distribusi cairan) dan berat badan kering yang menjadi pembilang mempunyai nilai yang cukup besar sehingga perhitungan akhirnya diperoleh nilai adekuasi yang kecil (Chayati, 2014). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Malekmakan (2010), dikatakan bahwa Kt/V signifikannya lebih tinggi pada mereka yg mendapatkan 3 kali seminggu dibandingkan 2 kali perminggu.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri, 2003) menyatakan dosis HD yang ideal adalah 10 – 15 jam/minggu yang diberikan 2 – 3 kali perminggu dengan lama HD antara 4 – 5 jam perkali HD. Target Kt/V yang ideal adalah 1,2 (URR 65%) untuk pasien yang menjalani HD 3X/minggu dengan lama HD antara 4 – 5 jam perkali HD. Pembahasan dibagi dalam tiga atau empat paragraf sesuai tujuan, URR, Kt/V, Dukungan keluarga, dilengkapi dengan rujukan hasil penelitian lain yang relevan untuk masingmasing.

KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan ada perbedaan yang bermakna terhadap perubahan di nilai URR responden yang menjadi salah satu indikator dalam penilaian adekuasi hemodialisa. Dengan nilai p<0,05 maka terdapat perbedaan URR sebelum dan setelah dilakukan range of motion. Selain URR, nilai Kt/V menjadi salah satu indikator adekuasi hemodialisa dan tidak ada perbedaan sebelum dan setelah dilakukan pemberian range of motion terhadap perubahan Kt/V.

Hal ini dapat dilihat dari nilai p>0,05 yang berarti secara statistic tidak terdapat adanya pengaruh pemberian range of motion terhadap perubahan Kt/V, namun terdapat secara klinis mengalami perubahan yang bermakna yakni nilai Kt/V > 1,2 artinya mencapai standar adekuasi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, namun nilai adekuasinya lebih tinggi pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Pada dukungan keluarga secara statistic tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna terhadap perubahan nilai adequasi dan factor yang memberi kontribusi adalah durasi hemodialisa, frekuensi hemodialisa dan berat badan kering.

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama dalam menilai adekuasi hemodialisa dan menilai serum elektrolit pre dan post intervensi range of motion. Selain itu saat penelitian jenis mesin yang digunakan 2 jenis sehingga diupayakan menggunakan 1 jenis mesin dializat. Dan perlunya seorang perawat yang bertugas di ruang hemodialisa mengukur URR dan Kt/V pasien setiap bulannya dengan mengedukasi pasien terhadap lamanya proses hemodialisa dan mengobservasi QB dan mengkaji keluhan pre, intra serta post dialisis. DAFTAR PUSTAKA Alimanesh, M., Haghpanah,A., Haghpanah,S., Khajehdehil, P.,

Malekmakan, A., Malekmakan, L., … Pakfetrat, M. (2010). Dialysis adequacy and kidney disease outcomes quality initiative goals achievement in an Irian hemodialysispopulation.IJKD : 2010;4:39-43. Diakses dari website http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 0081303 Armiyati, Chanif, Yuwono. (2013). Pengaturan kecepatan aliran darah (quick of blood) terhadap rasio reduksi ureum pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di unit hemodialisis RSUD kota Semarang. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013. Bayhakki (2013). Seri asuhan keperawatan klien gagal ginjal kronik. Jakarta : EGC.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi 8 Buku 2. Singapura: Elsevier. Berman, A., Erb, G., Kozier, B., & Snyder, S. J. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan konsep proses dan praktik. Jakarta : EGC. Bevington, A., Bishop, N.C., Clapp, E.L., Feehally, J., Kosmadakis, G.C., Smith, A. C.,... Viana, J.L. (2010). Physical exercise in patients with severe kidney disease. Nephron clinical practice 2010; 115:c7- c16.doi:10.1159/000286344 Burns, N., & Groove, S.K. (2011). Understanding Nursing Research (5th ed). . USA: Elsevier. Chayati,N.,

Ibrahim, K., & Komariah, M. (2014). Predictor of dialysis adequacy in hemodialysis patients in PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta. Diakeses di website http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/ mkb/article/view/410 Chen, L., Cheng, J., Sheng, K., Wu, C & Zhang, P. (2014). Intradialytic exercise in hemodialysis patients: A systematic review and meta-analysis. Am J Nephrol, 40: 478-490. Doi: 10.1159/000368722. Daugirdas, J. T. & Ing. (2007). Physiologic Principles and Urea Kinetic Modeling. Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. Hajbaghery, MA., Ilali, E., Makhlough, A., Mohseni, R., & Zeydi, AE. (2013).

The effect of intradialytic aerobic exercise on dialysis efficacy in hemodialysis patients: a randomized kontrolled trial. Oman Medical Journal, 28(5), 345-349. Doi: 10.5001/omj.2013.99 Ilali, E.,Makhlough A., Mohseni,R., & Shahmohammadi.(2012). Effect Of Intradialytic Aerobic Exercise On Serum Electrolytes Levels In Hemodialysis Patients. Iranian Journal of Kidney desease IJKD 2012 ;6:119- 123.http; //www.ijkd.org//index.php/ijkd/article/vi ewFile/597/387 Jung, T & Park,S.(2011). Intradialytic exercise program for hemodialysis patient. Chonnam Med J 2011; 47:61-65. http://dx.doi.org/10.4068/cmj.2011.47.

2.61 Kirkman, Roberts, Kelm, Wagner, Jibani & Macdonald. (2013). Interaction between Intradialytic Exercise and Hemodialysis Adequacy.Am J Nephrol; 38: 475-482. DOI:10.1159/000356340. KDOQI. (2012). Clinical practice guidelines for hemodialysis adequacy. 10 April 2015. http://www.kidney.org/professionals/kd oqi/ KDOQI. (2015). Clinical practice guidelines for hemodialysis adequacy : 2015 update. Diakses dari halaman website https://www.kidney.org/professionals/g uidelines/hemodialysis2015 King-Vanvlack C.E., Parsons, T.K., & Tosselmire E.D., (2006).Exercise Training DuringHemodialysis Improves Dyalisis Efficacy And Physical Performance. ExerciseArch phys med rehabil: 2006; 87:680-7. Diperoleh darihttp://www.interscience.com National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse. (2009). Kidney and urologic disease statistic for the United States (NIH Publication No.09-3895).

Retrieved from http: //www.niddk.nih.gov/kudiseases/kidney /pubs/kustats Nekada,CD., (2012). Hubungan antar dukungan keluarga kepatuhan pasien gagal ginjal dalam menjalani hemodialysis di RSUP DR. Soeradjietirtonegoro Klaten Painter, P. (2013). Exercise in patients with endstage renal disease. Diakses dari website http://web.missouri.edu/~brownmb/pt4 15/case/burnett/ACSM- Resource.C.34-ESRD.pdf Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses - proses penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: EGC. Riset Kesehatan Dasar (2013).

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik 2013. Sunarni (2009) Hubungan antar dukungan keluarga dengan kepatuhan menjalani hemodialisa pada penderita gagal ginjal. Tonapa (2016) Hubungan Dukungan Keluarga Dengan keputusan Insiasi Hemodialisa Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Di ruang e-journal keperawatan vol 4 Nomor 1, Februari 2016 The United States Renal Data System (USRDS).(2012). Prevalence of reported CKD on 2012. Diperoleh dari http://usrds.org Tabel 1 Karakteristik demografi dan klinik / ROM dan Karakteristik Hemodialisa p hemodialisa / (n=9) (n=5)   Umur, Mean (SD) 49,56 (12,82) 42,20 (3,27) 0,12 †  BB Kering, Mean (SD) 47,56 (6,91) 55,20 (10,57) 0,06 †  Frekuensi Hemodialisa, Mean (SD) 2,22 (0,44) 2,60 (0,54) 0,09 †  Durasi Hemodialisa, Mean (SD) 4,02 (0,16) 3,88 (0,22) 0,10 †  Uf Goal, Mean (SD) 2,22 (0,83) 2,20 (0,84) 0,48 †  Quick Blood , Mean (SD) 199,11 (11,78) 200,20 (13,59) 0,44 †  Na +, Mean (SD) 139,22 (2,43) 144,20 (10,50) 0,09 †  K +, Mean (SD) 4,64 (0,54) 4,36 (0,70) 0,10 †  Cl - , Mean (SD) 105,67 (2,29) 106,20 (2,77) 0,35 †  Jenis kelamin, n (%)     Laki – laki, 3 (21,4) 3 (21,4) 0,17 ††  Perempuan 6 (42,9) 2 (14,3)   Etiologi, n (%)     Hipertensi 5 (35,7) 1 (7,1) 0,19 ††  Pielonefritis 2 (14,3) 2 (14,3)   DM 1 (7,1) 2 (14,3)   Glomerulosnefritis 1 (7,1) 0 (0,0)   / Keterangan : menggunakan † Uji independent t test, a = 0,05 dan †† Uji chi – square, a = 0,05 Tabel 2 Perbedaan adekuasi hemodialisa (URR dan Kt/V) sebelum dan setelah diberikan range of motion pada kelompok intervensi (ROM+HD) dan kelompok control (HD) Variabel Adekuasi Hemodialisa Intervensi (ROM+HD) P Kontrol (HD)  P   Kunjungan 1 Kunjungan 8  Kunjungan 1 Kunjungan 8   URR, Mean (SD) 67,68 (10,86) 76,00 (11,32) 0,05*† 65,60 (10,29) 67,20 (16,90) 0,39†  Kt/V Mean (SD) 1,60 (0,38) 1,72 (0,37) 0,11 1,48 (0,33) 1,48 (0,33)   Keterangan : Menggunakan † Uji paired t test, a = 0,05 Tabel 3 Hubungan dukungan keluarga selama menjalani terapi hemodialisa pada kelompok intervensi (ROM dan hemodialisa) dengan kelompok kontrol / r p r p r p r p Dukungan 0,33 0,19 0,60 0,43 0,55 0,17 0,44 0,23† Keluarga  Keterangan: Menggunakan † Uji pearson correlation, Tabel 4 Hubungan data karakteristik terhadap URR dan Kt/V a < 0,05   Variabel Kt/V r p URR r p  Umur -0,31 0,14 -0,18 0,54†  Frekuensi  -0,22 0,04* -0,28 0,17  Durasi 0,83 0,00*  0,29 0,15  BB kering  -0,41 0,00* -0,27 0,02*  QB  -0,34 0,12  0,29 0,15  UF Goal -0,45 0,05 -0,14 0,31 / Keterangan: Menggunakan †Uji pearsoncorrelation